EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM
(Susi Handayani)
(Susi Handayani)
A. PENDAHULUAN
Dalam Alquran ditegaskan bahwa Allah
menciptakan manusia agar menjadikan tujuan akhir atau hasil segala aktivitasnya
sebagai pengabdiannya kepada Allah (QS. Al-Baqarah 2:30, dan QS. Hud 11:61). Aktivitas yang dimaksud tersimpul dalam ayat
Alquran yang menegaskan bahwa manusia adalah khalifah Allah. Dalam statusnya sebagai khalifah, manusia hidup di alam mendapat tugas dari
Allah untuk memakmurkan bumi sesuai dengan konsep yang ditetapkan-Nya (Drs.
Zuhairini, dkk dalam Filsafat Pendidikan Islam, hlm 1). Manusia sebagai
khalifah Allah memikul beban yang sangat berat. Tugas ini dapat
diaktualisasikan jika manusia dibekali dengan pengetahuan. Semua ini dapat
dipenuhi hanya dengan proses pendidikan.
Islam dengan sumber ajaran al-Qur’an dan
hadits yang diperkaya penafsiran para ulama ternyata menunjukkan dengan jelas
berbagai masalah dalam bidang pendidikan yang telah memberi corak hitam
putihnya perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itu ajaran Islam menetapkan
bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang wajib hukumnya baik pria
maupun wanita yang berlangsung seumur hidup semenjak dari buaian hingga ajal
datang (al-Hadits) – life is education (Drs. H. Abuddin Nata, MA., dalam Filsafat
Pendidikan Islam I, hlm. 131).
Dalam proses
evaluasi pendidikan memiliki kedudukan penting dalam pencapaian hasil yang
digunakan sebagai input untuk perbaikan kegiatan pendidikan. Untuk mengetahui
lebih jelas tentang evaluasi pendidikan, akan dipaparkan tentang pentingnya
evaluasi yang berhubungan dengan ayat-ayat pendidikan.
B. Pembahasan
1. Pengertian
Evaluasi Pendidikan
Istilah evaluasi berasal dari
bahasa Inggris “Evaluation” yang berarti tindakan atau proses
untuk menemukan nilai sesuatu atau dapat diartikan sebagai tindakan atau proses
untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan. Dalam bahasa
Arab evaluasi dikenal dengan istilah “imtihan” yang berarti ujian. Dan dikenal
dengan istilah khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari proses
pendidikan.
Menurut Soegarda
Poerbawakatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan” menguraikan pengertian pendidikan
yang lebih luas, sebagai “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk
mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan serta ketrampilannya (orang
menamakan ini juga “mengalihkan” kebudayaan) kepada generasi muda, sebagai
usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun
rohaniah”. Dapat pula dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha secara sengaja
dari orang dewasa untuk meningkatkan pengaruh kedewasaan si anak yang selalu
diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatan.
Jika
kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat diartikan sebagai
proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu terhadap
masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk itu evaluasi pendidikan
sebenarnya tidak hanya menilai tentang hasil belajar siswa tersebut, seperti
evaluasi terhadap guru, kurikulum, metode, sarana prasarana, lingkungan dan
sebagainya.
Evaluasi
yang baik haruslah didasarkan atas tujuan pengajaran yang ditetapkan oleh suro
dan kemudian benar-benar diusahakan oleh guru untuk siswa. Betapapun baiknya,
evaluasi apabila tidak didasarkan atas tujuan pengajaran yang diberikan, tidak
akan tercapai sasarannya.
Selain istilah evaluasi, terdapat
pula istilah lain yang hampir berdekatan, yaitu pengukuran dan penilaian.
Sementara orang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu
pengertian yang sama, sehingga dalam memaknainya tergantung dari kata mana yang
siap diucapkan.
2. Tujuan dan Fungsi
Evaluasi Pendidikan
Tujuan
program evaluasi adalah mengetahui kader pemahaman anak didik terhadap materi
terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk
mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program evaluasi
bertujuan mengetahui siapa diantara anak didik yang cerdas dan yang lemah,
sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat. Tujuan evaluasi bukan anak didik
saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana pendidikan
bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan
Islam.
Dalam
pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap
(afektif dan psikomotor) ketimbang asfek kogritif. Penekanan ini bertujuan
untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara besarnya meliputi empat
hal, yaitu:
1. Sikap
dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.
2. Sikap
dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
3. Sikap
dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam
sekitarnya.
4. Sikap
dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota masyarakat,
serta
khalifah Allah SWT.
Dari
keempat dasar tersebut di atas, dapat dijabarkan dalam beberapa klasifikasi
kemampuan teknis, yaitu :
1. Sejauh
mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan indikasi-indikasi lahiriah
berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
2. Sejauh
mana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup
bermasyarakt, seperti ahlak yang mulia dan disiplin.
3. Bagaimana
peserta didik berusaha mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan
alam sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupannya dan
masyarakat dimana ia berada.
4. Bagaimana
dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah dalam menghadapi
kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku dan agama.
Sebagaimana yang terdapat pada
ajaran Islam, tujuan evaluasi dapat dipahami berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an
antara lain disebutkan sebagai berikut:
1. Untuk
menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problem
kehidupan yang dialaminya. Sebagaimana terdapat pada QS. Al-Baqarah : 155, yang
artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah : 155), Maksudnya
: iman tidak menjamin untuk mendapatkan rizki yang banyak, kekuasaan dan tidak
ada rasa takut tetapi berjalan sesuai ketentuan sunatullah yang berlaku untuk
makhluknya. Seseorang yang mempunyai kesempurnaan iman dan dirinya mempunyai
pengalaman digembleng dalam penderitaan maka adanya musibah justru akan
membersihkan jiwanya.
2. Untuk
mengetahui sampai dimana atau sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah
ditetapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya.
Yang artunya: (Ingatlah) ketika Musa
berkata kepada keluarganya: “Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak akan
membawa kepadamu khabar daripadanya, atau aku membawa kepadamu suluh api supaya
kamu dapat berdiang.” (QS. An-Naml : 7) Maksudnya : seseorang akan merasa
gembira dengan melihat api dari kejauhan ketika tersesat di malam gelap gulita,
karena berharap dengan api itu dia tidak akan kebingungan, merasa aman di jalan
dan dapat memanfaatkannya untuk berdiang, karena itulah Musa kembali dari
tempat api yang membawa berita penting dan cahaya yang mulia.
3. Untuk
menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau keimanan
manusia sehingga diketahui manusia yang paling mulia disisi Allah.
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan
Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya).
Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan
mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami
tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (QS. Ash-Shaffat :
103-107) Maksudnya : kerelaan Nabi Ibrahim dengan menyembelih anaknya demi
keputusan Allah dengan tunduk dan patuh yang nyata keikhlasannya maka Allah
pasti akan memberi balasan bagi setiap orang yang berbuat baik sesuai yang
patut dia terima dan setimpal dengan yang dia peroleh.
Allah
menguji perbuatan manusia dengan kata imtahana seperti dapat dipahami
pada ayat berikut : (60:10)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلاَ تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لاَ هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلاَ هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآتُوهُم مَّا أَنفَقُوا وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَن تَنكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلاَ تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنفَقُوا ذَلِكُمْ حُكْمُ اللهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ {10}
Maksud
dari ayat tersebut adalah : Dalam ayat-ayat ini Allah menerangkan golongan
orang kafir yang ketiga, yaitu menyerahkan diri sesudah pada mulanya menolak
keras, itulah yang dimaksud oleh ayat tersebut. Orang kafir ada tiga; 1) yang
tetap kafir; 2) yang dapat diharapkan akan insaf; 3) yang benar-benar insaf.
Tuhan menjelaskan lafal baiat yang diberikan oleh perempuan-perempuan yang
beriman dan mengulangi kembali larangan tentang orang yang murkai Allah sebagai
teman setia.
Fungsi Evaluasi
Pendidikan
Menurut
A. Tabrani Rusyan dan kawan-kawan, mengatakan bahwa evaluasi mempunyai beberapa
fungsi, yaitu :
1. Untuk
mengetahui tercapainya tidaknya tujuan instruksional secara komprehensif yang
meliputi aspek pengetahuan, sikap dan tingkah laku.
2. Sebagai
umpan balik yang berguna bagi tindakan berikutnya dimana segi-segi yang sudah
dapat dicapai lebih ditingkatkan lagi dan segi-segi yang dapat merugikan
sebanyak mungkin dihindari.
3. Bagi
pendidik, evaluasi berguna untuk mengatur keberhasilan proses belajar mengajar
bagi peserta didik berguna untuk mengetahui bahan pelajaran yang diberikan dan
di kuasai, dan bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil atau tidaknya
program-program yang dilaksanakan.
4. Untuk
memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses
belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi murid.
5. Untuk
menentukan angka kemajuan atau hasil belajar.
6. Untuk
menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat.
7. Untuk
mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar.
3. Prinsip-prinsip
Evaluasi Pendidikan dalam al-Qur’an
Evaluasi dapat terlaksana dengan
baik apabila pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip berikut ini.
1. Prinsip
keseluruhan (al kamal: الكمال / al tamam
: التمم) Penilaian harus mengumpulkan data
mengenai seluruh aspek kepribadian. Meliputi aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik
a. Aspek
kognitif. Cara berfikir seseorang dalam setiap perbuatan
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2}
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka
yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah
mereka bertawakkal”.
b. Aspek
afektif. Cara bersikap seseorang dalam perbuatan
“kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”
(QS. Al-‘Ashr : 3).
c. Aspek
psikomotorik
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
2. Prinsip
kesinambungan (istimrar : استمرار)
Penilaian
diusahakan secara kesinambungan / kontinuitas atau terus menerus.
Katakanlah: “Hai kaumku, berbuatlah sepenuh
kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah
(di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini.
Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.
(QS. Al-An’am : 135)
3. Prinsip
obyektivitas (maudluiyyah : موضوعية)
Penilaian
diusahakan subjektivitas atau jujur, mengatakan sesuatu sesuai dengan apa
adanya. “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar”. (QS. At-Taubah: 119).
4. Prosedur
/ Teknik Evaluasi Pendidikan
Teknik evaluasi dalam pendidikan
dapat dibagi beberapa langkah diantaranya :
1) Perencanaan:
Dapat dilakukan dengan merumuskan tujuan evaluasi dalam suatu program belajar
mengajar didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai.
2) Pengumpulan
data: Dengan cara menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai, artinya untuk
memperoleh bahan informasi yang cukup tentang anak didik dengan diadakan
evaluasi yang dapat ditempuh dengan langkah yaitu: pelaksanaan evaluasi,
pemeriksaan hasil-hasil evaluasi, dan pemberian kode atau skor.
3) Verifikasi
data: Dengan menentukan metode evaluasi yang akan digunakan aspek yang akan
dinilai. Misalnya : untuk menilai sikap dipergunakan checklist.
4) Analisis
data: Dengan cara memilih atau menyusun alat-alat evaluasi yang akan
dipergunakan berupa tes maupun bukan tes (non-tes).
5) Penafsiran
data: Dengan menentukan kriteria yang dipergunakan untuk menentukan frekuensi
evaluasi dengan menyusun bahan pelajaran.
4. Kedudukan
Evaluasi Pendidikan
Ajaran Islam menaruh perhatian yang
besar terhadap evaluasi pendidikan. Oleh karena itu, jika evaluasi dihubungkan
dengan kegiatan pendidikan memiliki kedudukan yang amat strategis, maka
hasilnya dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan dalam
bidang pendidikan.
Dalam berbagai firman Allah SWT
memberitahukan kepada kita, bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik
adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang
telah dilaksanakan oleh pendidikan. Hal ini, misalnya dapat dipahami dari
ayat yang artinya sebagai berikut:
وَعَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَ ئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ {31} قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ {32}
“Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”Mereka
menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana” (al-Baqarah : 31-32)
Dia,
yakni Allah mengajarkan Adam nama-nama seluruhnya, yakni memberinya benda-benda
dan mengajarkan fungsi benda-benda. Setelah pengajaran Allah dicerna oleh Adam
as sebagaimana dipahami dari kata kemudian, Allah memaparkan benda-benda itu
kepada malaikat lalu berfirman “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda
itu, jika kamu orang-orang yang benar dalam dugaan kau bahwa kalian lebih wajar
menjadi khalifah”.
Para malaikat
yang ditanya itu secara tutur menjawab sambil mensucikan Allah, tidak ada
pengetahuan bagi kami selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami,
sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana. Maksudnya
bukan karena Engkau tidak tahu, tetapi karena ada hikmah diantara itu.
Allah berfirman: “Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah
sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan
bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (al-Baqarah
: 33)
Untuk membuktikan kemampuan khalifah
kepada malaikat, Allah berfirman : ”Hai Adam! beritahukanlah kepada mereka
nama-namanya yakni benda itu”. Perhatikanlah! Adam diperintahkan untuk
“memberitahukan” yakni menyampaikan kepada malaikat, bukan “mengajar” mereka,
pengajaran mengharuskan agar bahan pengajarannya dimengerti oleh yang diajarnya
sehingga perlu mengulang-ulangi pelajaran hingga benar-benar dimengerti,
berbeda dengan penyampaian atau berita yang tidak mengharuskan pengulangan dan
berita harus di mengerti.
Dari ayat tersebut ada empat hal yang
dapat diketahui. Pertama, Allah SWT dalam ayat tersebut bertindak sebagai guru
memberikan pengajaran kepada Nabi Adam as; kedua, para malaikat tidak
memperoleh pengajaran sebagaimana yang telah diterima Nabi Adam. Ketiga, Allah
SWT memerintah kepada Nabi Adam agar mendemonstrasikan ajaran yang diterima
dihadapan para malaikat. Keempat, materi evaluasi atau yang diujikan haruslah
yang pernah diajarkan. Selain Allah
bertindak memberikan pengajaran kepada makhluk-Nya atau hamba-Nya dan dapat
pula memberikan pengawasan dengan melalui perantara malaikat sebagai pencatat
amal perbuatan manusia sebagaimana yang terdapat pada ayat berikut ini, yang
artinya:
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya
melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas Raqib dan ‘Atid” (QS. Qaaf : 18)
Tiada keluar satu katapun dari mulut
manusia kecuali padanya ada seorang malaikat yang menyaksikan, meneliti
perbuatan, mencatat apa saja yang memuat pahala atau hukuman bagi manusia. Hikmah
dari hal ini ialah bahwa Allah Ta’ala tidaklah menciptakan manusia untuk di
azab melainkan untuk dididik dan dibimbing. Maka, setiap penderitaan yang
dialami oleh manusia adalah untuk meningkatkan jiwanya.
5.
Sasaran
Evaluasi
Langkah yang harus ditempuh seorang
pendidik dalam mengevaluasi adalah menetapkan apa yang menjadi sasaran evaluasi
tersebut. Sasaran evaluasi sangat penting untuk diketahui supaya memudahkan
pendidik dalam menyusun alat-alat evaluasinya.
Pada
umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu:
1. Segi
tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian,
keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
2. Segi
pendidikan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses
belajar mengajar.
3. Segi
yang menyangkut proses belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar mengajar
perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya proses
belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh
murid.
Dengan
menetapkan sasaran diatas, maka pendidik lebih mudah mengetahui alat-alat
evaluasi yang dipakai baik dengan tes maupun non-tes.
a. Kedudukan
akademis setiap murid, baik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya,
sekolahnya, maupun dengan sekolah-sekolah lain.
b. Kemajuan
belajar dalam satu pelajaran tertentu, misalnya tauhid, fiqih, tarikh dan
lainnya.
c. Kelemahan
dan kelebihan murid.
Dalam
evaluasi pendidikan Islam ada empat sasaran pokok yang menjadi target.
- Sikap
dan pengamalan terhadap arti hubungan pribadi dengan Tuhannya.
- Sikap
dan pengamalan terhadap arti hubungannya dengan masyarakat.
- Sikap
dan pengamalan terhadap arti hubungan dengan kehidupan yang akan datang.
- Sikap
dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota
masyarakat serta selaku khalifah Allah di bumi.
Dalam melaksanakan evaluasi pendidika Islam
ada 2 cara yang dapat ditempuh diantaranya:
a. Kuantitatif:
Evaluasi kuantitatif adalah cara untuk mengetahui sebuah hasil pendidikan
dengen cara memberikan penilaian dalam bentuk angka. (5, 7,90) dan lain-lain.
b. Kualitatif:
Evaluasi kualitatif adalah suatu cara untuk mengetahui hasil pendidikan yang
diberikan dengan cara memberikan pernyataan verbal dan sejenisnya (bagus,
sangat bagus, cukup, baik, buruk) dan lain-lain.
C. Kesimpulan
Dari
pemaparan tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya kata evaluasi
berasal dari kata asing “evaluation” yang berarti menilai (tetapi diadakan
pengukuran terlebih dahulu). Dari pendapat-pendapat para ahli yang
mendefinisikan tentang evaluasi. Pada hakekatnya dalam evaluasi pengajaran
memiliki tiga unsur yaitu, kegiatan evaluasi, informasi dan data yang berkaitan
dengan obyek yang dievaluasi.
Tujuan
dan fungsi evaluasi tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif akan tetapi
meliputi ketiga ranah tersebut (kognitif, afektif dan psikomotorik). Yang
mempunyai tiga prinsip yaitu prinsip keseimbangan, menyeluruh dan obyektif.
Dalam kegiatan evaluasi tersebut sistem yang dipakai yaitu mengacu pada al-Qur’an
yang penjabarannya dituangkan dalam as-Sunnah. Pada umumnya ada tiga sasaran
pokok evaluasi, yaitu: (1) Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut
sikap, minat, perhatian, keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar
mengajar. (2) Segi pendidikan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan
oleh guru dalam proses belajar mengajar. (3) Segi yang menyangkut proses
belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar mengajar perlu diberi penilaian
secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan
menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh murid.
Jadi,
Tolok ukur
keberhasilan pengevaluasian tidak hanya tergantung pada tingkat keberhasilan
tujuan dan pendidikan yang dapat dicapai, melainkan berkenaan dengan penilaian
terhadap berbagai aspek yang dapat mempengaruhi proses belajar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahally as-Syuyuti, Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain, Sinar Baru:
Bandung, 1990.
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Terjemah Tafsir al-Maraghi (26),
CV. Toha Putra: Semarang, 1989.
Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, Gema Insani Press: Jakarta,
1999.
Ihsan, Hamdani, Drs. H., Filsafat Pendidikan
islam, Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Nata, Abuddin, Drs. H. Filsafat Pendidikan Islam I, Logos Wacana Ilmu: Jakarta, 1997.
_______________Ibid,
Filsafat Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Samsul, MA., Drs., Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis,
teoritis, dan praktis, Ciputat Press: Jakarta, 2000.
Shihab, M. Qraish, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat,
Mizan:Bandung, 1992.
______________________Ibid, Tafsir
al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an), vol.3, Lentera Hati:
Jakarta, 2000.
Sugarda Poerbawakatja, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung: Jakarta, 1976.
Zuhairini, Drs., dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara:Jakarta, 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar