Minggu, 18 November 2012

Evaluasi Pendidikan Islam


EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM
(Susi Handayani)
A.  PENDAHULUAN
                Dalam Alquran ditegaskan bahwa Allah menciptakan manusia agar menjadikan tujuan akhir atau hasil segala aktivitasnya sebagai pengabdiannya kepada Allah (QS. Al-Baqarah 2:30, dan QS. Hud 11:61).  Aktivitas yang dimaksud tersimpul dalam ayat Alquran yang menegaskan bahwa manusia adalah khalifah Allah. Dalam statusnya sebagai khalifah, manusia hidup di alam mendapat tugas dari Allah untuk memakmurkan bumi sesuai dengan konsep yang ditetapkan-Nya (Drs. Zuhairini, dkk dalam Filsafat Pendidikan Islam, hlm 1). Manusia sebagai khalifah Allah memikul beban yang sangat berat. Tugas ini dapat diaktualisasikan jika manusia dibekali dengan pengetahuan. Semua ini dapat dipenuhi hanya dengan proses pendidikan.
                Islam dengan sumber ajaran al-Qur’an dan hadits yang diperkaya penafsiran para ulama ternyata menunjukkan dengan jelas berbagai masalah dalam bidang pendidikan yang telah memberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itu ajaran Islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang wajib hukumnya baik pria maupun wanita yang berlangsung seumur hidup semenjak dari buaian hingga ajal datang (al-Hadits) – life is education (Drs. H. Abuddin Nata, MA., dalam  Filsafat Pendidikan Islam I, hlm. 131).
Dalam proses evaluasi pendidikan memiliki kedudukan penting dalam pencapaian hasil yang digunakan sebagai input untuk perbaikan kegiatan pendidikan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang evaluasi pendidikan, akan dipaparkan tentang pentingnya evaluasi yang berhubungan dengan ayat-ayat pendidikan.
B. Pembahasan
1. Pengertian Evaluasi Pendidikan
               Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris “Evaluation” yang berarti tindakan atau proses untuk menemukan nilai sesuatu atau dapat diartikan sebagai tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan. Dalam bahasa Arab evaluasi dikenal dengan istilah “imtihan” yang berarti ujian. Dan dikenal dengan istilah khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan.
Menurut Soegarda Poerbawakatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan” menguraikan pengertian pendidikan yang lebih luas, sebagai “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan serta ketrampilannya (orang menamakan ini juga “mengalihkan” kebudayaan) kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah”. Dapat pula dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk meningkatkan pengaruh kedewasaan si anak yang selalu diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatan.
Jika kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat diartikan sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak hanya menilai tentang hasil belajar siswa tersebut, seperti evaluasi terhadap guru, kurikulum, metode, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya. Evaluasi yang baik haruslah didasarkan atas tujuan pengajaran yang ditetapkan oleh suro dan kemudian benar-benar diusahakan oleh guru untuk siswa. Betapapun baiknya, evaluasi apabila tidak didasarkan atas tujuan pengajaran yang diberikan, tidak akan tercapai sasarannya.
               Selain istilah evaluasi, terdapat pula istilah lain yang hampir berdekatan, yaitu pengukuran dan penilaian. Sementara orang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama, sehingga dalam memaknainya tergantung dari kata mana yang siap diucapkan.

2.  Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan
Tujuan program evaluasi adalah mengetahui kader pemahaman anak didik terhadap materi terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program evaluasi bertujuan mengetahui siapa diantara anak didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat. Tujuan evaluasi bukan anak didik saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana pendidikan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang asfek kogritif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara besarnya meliputi empat hal, yaitu:
1. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.
2. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
3. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam
sekitarnya.
4. Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota masyarakat,
serta khalifah Allah SWT.

Dari keempat dasar tersebut di atas, dapat dijabarkan dalam beberapa klasifikasi kemampuan teknis, yaitu :
1. Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
2. Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup bermasyarakt, seperti ahlak yang mulia dan disiplin.
3. Bagaimana peserta didik berusaha mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupannya dan masyarakat dimana ia berada.
4. Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku dan agama.
               Sebagaimana yang terdapat pada ajaran Islam, tujuan evaluasi dapat dipahami berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an antara lain disebutkan sebagai berikut:
1. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problem kehidupan yang dialaminya. Sebagaimana terdapat pada QS. Al-Baqarah : 155, yang artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah : 155), Maksudnya : iman tidak menjamin untuk mendapatkan rizki yang banyak, kekuasaan dan tidak ada rasa takut tetapi berjalan sesuai ketentuan sunatullah yang berlaku untuk makhluknya. Seseorang yang mempunyai kesempurnaan iman dan dirinya mempunyai pengalaman digembleng dalam penderitaan maka adanya musibah justru akan membersihkan jiwanya.
2. Untuk mengetahui sampai dimana atau sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah ditetapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya.
      Yang artunya: (Ingatlah) ketika Musa berkata kepada keluarganya: “Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak akan membawa kepadamu khabar daripadanya, atau aku membawa kepadamu suluh api supaya kamu dapat berdiang.” (QS. An-Naml : 7) Maksudnya : seseorang akan merasa gembira dengan melihat api dari kejauhan ketika tersesat di malam gelap gulita, karena berharap dengan api itu dia tidak akan kebingungan, merasa aman di jalan dan dapat memanfaatkannya untuk berdiang, karena itulah Musa kembali dari tempat api yang membawa berita penting dan cahaya yang mulia.
3. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau keimanan manusia sehingga diketahui manusia yang paling mulia disisi Allah.
      “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (QS. Ash-Shaffat : 103-107) Maksudnya : kerelaan Nabi Ibrahim dengan menyembelih anaknya demi keputusan Allah dengan tunduk dan patuh yang nyata keikhlasannya maka Allah pasti akan memberi balasan bagi setiap orang yang berbuat baik sesuai yang patut dia terima dan setimpal dengan yang dia peroleh.
Allah menguji perbuatan manusia dengan kata imtahana seperti dapat dipahami pada ayat berikut : (60:10)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلاَ تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لاَ هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلاَ هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآتُوهُم مَّا أَنفَقُوا وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَن تَنكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلاَ تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنفَقُوا ذَلِكُمْ حُكْمُ اللهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ {10}
Maksud dari ayat tersebut adalah : Dalam ayat-ayat ini Allah menerangkan golongan orang kafir yang ketiga, yaitu menyerahkan diri sesudah pada mulanya menolak keras, itulah yang dimaksud oleh ayat tersebut. Orang kafir ada tiga; 1) yang tetap kafir; 2) yang dapat diharapkan akan insaf; 3) yang benar-benar insaf. Tuhan menjelaskan lafal baiat yang diberikan oleh perempuan-perempuan yang beriman dan mengulangi kembali larangan tentang orang yang murkai Allah sebagai teman setia.
Fungsi Evaluasi Pendidikan
Menurut A. Tabrani Rusyan dan kawan-kawan, mengatakan bahwa evaluasi mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Untuk mengetahui tercapainya tidaknya tujuan instruksional secara komprehensif yang meliputi aspek pengetahuan, sikap dan tingkah laku.
2. Sebagai umpan balik yang berguna bagi tindakan berikutnya dimana segi-segi yang sudah dapat dicapai lebih ditingkatkan lagi dan segi-segi yang dapat merugikan sebanyak mungkin dihindari.
3. Bagi pendidik, evaluasi berguna untuk mengatur keberhasilan proses belajar mengajar bagi peserta didik berguna untuk mengetahui bahan pelajaran yang diberikan dan di kuasai, dan bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil atau tidaknya program-program yang dilaksanakan.
4. Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi murid.
5. Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar.
6. Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat.
7. Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar.

3. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan dalam al-Qur’an
               Evaluasi dapat terlaksana dengan baik apabila pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip berikut ini.
1. Prinsip keseluruhan (al kamal: الكمال / al tamam : التمم) Penilaian harus mengumpulkan data mengenai seluruh aspek kepribadian. Meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
a. Aspek kognitif. Cara berfikir seseorang dalam setiap perbuatan
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2}
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”.
b. Aspek afektif. Cara bersikap seseorang dalam perbuatan
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al-‘Ashr : 3).
c. Aspek psikomotorik
 “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
2. Prinsip kesinambungan (istimrar : استمرار)
Penilaian diusahakan secara kesinambungan / kontinuitas atau terus menerus.
Katakanlah: “Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan. (QS. Al-An’am : 135)
3. Prinsip obyektivitas (maudluiyyah : موضوعية)
Penilaian diusahakan subjektivitas atau jujur, mengatakan sesuatu sesuai dengan apa adanya. “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (QS. At-Taubah: 119).
4. Prosedur / Teknik Evaluasi Pendidikan
               Teknik evaluasi dalam pendidikan dapat dibagi beberapa langkah diantaranya :
1) Perencanaan: Dapat dilakukan dengan merumuskan tujuan evaluasi dalam suatu program belajar mengajar didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai.
2) Pengumpulan data: Dengan cara menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai, artinya untuk memperoleh bahan informasi yang cukup tentang anak didik dengan diadakan evaluasi yang dapat ditempuh dengan langkah yaitu: pelaksanaan evaluasi, pemeriksaan hasil-hasil evaluasi, dan pemberian kode atau skor.
3) Verifikasi data: Dengan menentukan metode evaluasi yang akan digunakan aspek yang akan dinilai. Misalnya : untuk menilai sikap dipergunakan checklist.
4) Analisis data: Dengan cara memilih atau menyusun alat-alat evaluasi yang akan dipergunakan berupa tes maupun bukan tes (non-tes).
5) Penafsiran data: Dengan menentukan kriteria yang dipergunakan untuk menentukan frekuensi evaluasi dengan menyusun bahan pelajaran.
4. Kedudukan Evaluasi Pendidikan
         Ajaran Islam menaruh perhatian yang besar terhadap evaluasi pendidikan. Oleh karena itu, jika evaluasi dihubungkan dengan kegiatan pendidikan memiliki kedudukan yang amat strategis, maka hasilnya dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan dalam bidang pendidikan.
         Dalam berbagai firman Allah SWT memberitahukan kepada kita, bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidikan. Hal ini, misalnya dapat dipahami dari ayat yang artinya sebagai berikut:
وَعَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَ ئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ {31} قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ {32}
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (al-Baqarah : 31-32)
Dia, yakni Allah mengajarkan Adam nama-nama seluruhnya, yakni memberinya benda-benda dan mengajarkan fungsi benda-benda. Setelah pengajaran Allah dicerna oleh Adam as sebagaimana dipahami dari kata kemudian, Allah memaparkan benda-benda itu kepada malaikat lalu berfirman “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu, jika kamu orang-orang yang benar dalam dugaan kau bahwa kalian lebih wajar menjadi khalifah”.
         Para malaikat yang ditanya itu secara tutur menjawab sambil mensucikan Allah, tidak ada pengetahuan bagi kami selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana. Maksudnya bukan karena Engkau tidak tahu, tetapi karena ada hikmah diantara itu.
         Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (al-Baqarah : 33)
         Untuk membuktikan kemampuan khalifah kepada malaikat, Allah berfirman : ”Hai Adam! beritahukanlah kepada mereka nama-namanya yakni benda itu”. Perhatikanlah! Adam diperintahkan untuk “memberitahukan” yakni menyampaikan kepada malaikat, bukan “mengajar” mereka, pengajaran mengharuskan agar bahan pengajarannya dimengerti oleh yang diajarnya sehingga perlu mengulang-ulangi pelajaran hingga benar-benar dimengerti, berbeda dengan penyampaian atau berita yang tidak mengharuskan pengulangan dan berita harus di mengerti.
         Dari ayat tersebut ada empat hal yang dapat diketahui. Pertama, Allah SWT dalam ayat tersebut bertindak sebagai guru memberikan pengajaran kepada Nabi Adam as; kedua, para malaikat tidak memperoleh pengajaran sebagaimana yang telah diterima Nabi Adam. Ketiga, Allah SWT memerintah kepada Nabi Adam agar mendemonstrasikan ajaran yang diterima dihadapan para malaikat. Keempat, materi evaluasi atau yang diujikan haruslah yang pernah diajarkan.  Selain Allah bertindak memberikan pengajaran kepada makhluk-Nya atau hamba-Nya dan dapat pula memberikan pengawasan dengan melalui perantara malaikat sebagai pencatat amal perbuatan manusia sebagaimana yang terdapat pada ayat berikut ini, yang artinya:
 “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas Raqib dan ‘Atid” (QS. Qaaf : 18)
         Tiada keluar satu katapun dari mulut manusia kecuali padanya ada seorang malaikat yang menyaksikan, meneliti perbuatan, mencatat apa saja yang memuat pahala atau hukuman bagi manusia. Hikmah dari hal ini ialah bahwa Allah Ta’ala tidaklah menciptakan manusia untuk di azab melainkan untuk dididik dan dibimbing. Maka, setiap penderitaan yang dialami oleh manusia adalah untuk meningkatkan jiwanya.
5. Sasaran Evaluasi
            Langkah yang harus ditempuh seorang pendidik dalam mengevaluasi adalah menetapkan apa yang menjadi sasaran evaluasi tersebut. Sasaran evaluasi sangat penting untuk diketahui supaya memudahkan pendidik dalam menyusun alat-alat evaluasinya.
Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu:
1. Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
2. Segi pendidikan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
3. Segi yang menyangkut proses belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh murid.
Dengan menetapkan sasaran diatas, maka pendidik lebih mudah mengetahui alat-alat evaluasi yang dipakai baik dengan tes maupun non-tes.
a. Kedudukan akademis setiap murid, baik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, sekolahnya, maupun dengan sekolah-sekolah lain.
b. Kemajuan belajar dalam satu pelajaran tertentu, misalnya tauhid, fiqih, tarikh dan lainnya.
c. Kelemahan dan kelebihan murid.
Dalam evaluasi pendidikan Islam ada empat sasaran pokok yang menjadi target.
- Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan pribadi dengan Tuhannya.
- Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungannya dengan masyarakat.
- Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan dengan kehidupan yang akan datang.
- Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakat serta selaku khalifah Allah di bumi.
   Dalam melaksanakan evaluasi pendidika Islam ada 2 cara yang dapat ditempuh diantaranya:
a. Kuantitatif: Evaluasi kuantitatif adalah cara untuk mengetahui sebuah hasil pendidikan dengen cara memberikan penilaian dalam bentuk angka. (5, 7,90) dan lain-lain.
b. Kualitatif: Evaluasi kualitatif adalah suatu cara untuk mengetahui hasil pendidikan yang diberikan dengan cara memberikan pernyataan verbal dan sejenisnya (bagus, sangat bagus, cukup, baik, buruk) dan lain-lain.

C. Kesimpulan
               Dari pemaparan tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya kata evaluasi berasal dari kata asing “evaluation” yang berarti menilai (tetapi diadakan pengukuran terlebih dahulu). Dari pendapat-pendapat para ahli yang mendefinisikan tentang evaluasi. Pada hakekatnya dalam evaluasi pengajaran memiliki tiga unsur yaitu, kegiatan evaluasi, informasi dan data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi.
               Tujuan dan fungsi evaluasi tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif akan tetapi meliputi ketiga ranah tersebut (kognitif, afektif dan psikomotorik). Yang mempunyai tiga prinsip yaitu prinsip keseimbangan, menyeluruh dan obyektif. Dalam kegiatan evaluasi tersebut sistem yang dipakai yaitu mengacu pada al-Qur’an yang penjabarannya dituangkan dalam as-Sunnah. Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu: (1) Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar. (2) Segi pendidikan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar. (3) Segi yang menyangkut proses belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh murid.
               Jadi, Tolok ukur keberhasilan pengevaluasian tidak hanya tergantung pada tingkat keberhasilan tujuan dan pendidikan yang dapat dicapai, melainkan berkenaan dengan penilaian terhadap berbagai aspek yang dapat mempengaruhi proses belajar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahally as-Syuyuti, Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain,  Sinar Baru: Bandung, 1990.
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Terjemah Tafsir al-Maraghi (26),  CV. Toha Putra:          Semarang, 1989.
Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2,  Gema Insani Press: Jakarta,          1999.
Ihsan, Hamdani, Drs. H., Filsafat Pendidikan islam, Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Nata, Abuddin, Drs. H. Filsafat Pendidikan Islam I, Logos Wacana Ilmu: Jakarta, 1997.
_______________Ibid, Filsafat Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Samsul, MA., Drs., Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, teoritis, dan praktis, Ciputat Press: Jakarta, 2000.
Shihab, M. Qraish, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Mizan:Bandung, 1992.
______________________Ibid, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an), vol.3, Lentera Hati: Jakarta, 2000.
Sugarda Poerbawakatja, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung: Jakarta, 1976.
Zuhairini, Drs., dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara:Jakarta, 1995.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar