Minggu, 18 November 2012

Evaluasi Pendidikan Islam


Evaluasi Pendidikan Islam
(Tika)

Rangkaian akhir dari komponen dalam suatu sistem pendidikan yang penting, adalah penilaian (evaluasi). Dalam bahasa Arab, dijumpai istilah imtihân, yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan. Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap output yang dihasilkannya. Jadi dengan evaluasi diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan kemudian kita dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya. Selanjutnya, Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku anak didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spiritual religius, karena manusia bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religius, melainkan juga berilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya, dalam hal ini tentunya yang menjadi tolak ukur adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam pendidikan Isalam evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (aspek afektif) ketimbang pengetahuan (aspek kognitif), baik itu sikap pengabdian kepada Allah Swt., kepada lingkungannya, kepada sesama manusia, maupun terhadap alam sekitarnya. Program evaluasi ini juga diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi, metode, fasilitas dan sebagainya.
Sebelum melakukan kegiatan evaluasi tentu saja pertama kita harus mengetahui tujuan dari evaluasi itu sendiri, adapun tujuan evaluasi pendidikan Islam adalah.
1.     Mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian, dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan, dan mengetahui tingkat perubahan perilakunya.
2.     Mengetahui siapa diantara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar kekurangannya.
3.     Mengumpulkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap hasil pendidikan yang telah dicapai untuk kemudian dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sedangkan, fungsi dan kegunaan seorang pendidik melakukan evaluasi di sekolah adalah.
1.     Untuk mengetahui peserta didik yang terpandai dan terkurang di kelasnya.
2.     Untuk mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki peserta didik atau belum
3.     Untuk mendorong persaingan yang sehat antara sesama peserta didik.
4.     Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mengalami pendidikan dan pengajaran.
5.     Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode, dan berbagai penyesuaian dalam kls.
6.     Sebagai laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk raport, ijazah, piagam dan sebagainya.

b.   Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam pendidikan Islam, diantaranya.
1.     Dari segi pendidik, yaitu untuk  membantu seorang pendidik mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai dalam pelaksanaan tugasnya
2.     Dari segi peserta didik, yaitu membantu peserta didik untuk dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik.
3.     Dari segi ahli fikir pendidikan Islam, untuk membantu para pemikir pendidikan Islam mengetahui kelemahan teori-teori pendidikan Islam dan membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-teori pendidikan Islam yang relevan dengan arus dinamika zaman yang senantiasa berubah.
4.     Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan Islam, untuk membantu mereka dalam membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan yang akn diterapkan dalam sistem pendidikan nasional (Islam).

Jenis-jenis Evaluasi
Jenis-jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam adalah:
1.     Evaluasi Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik setelah menyelesaikan satuan program pembelajaran (kompetensi dasar) pada mata pelajaran tertentu. Jenis ini diterapkan berdasarkan asumsi bahwa manusia memiliki banyak kelemahan seperti tercantum dalam Q.S. An-Nisa: 28
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”.
Dan pada mulanya tidak mengetahui apa-apa, tercantum dalam Q.S. An-Nahl: 78, sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu tidak dibiasakan.
“dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
Untuk itu Allah Swt menganjurkan agar manusia berkonsentrasi pada suatu informasi yang didalami sampai tuntas, mulai proses pencarian, (belajar mengajar) sampai pada tahap pengevaluasian. Setelah informasi itu dikuasai dengan sempurna, ia dapat beralih pada informasi yang lain, tercantum dalam QS. Al-Insyirah: 7-8: “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.
a.      Fungsi, yaitu untuk memperbaiki proses pembelajaran ke arah yang lebih baik dan efisien atau memperbaiki satuan/rencana pembelajaran.
b.     Tujuan, yaitu untuk mengetahui penguasaan peserta didik tentang materi yang diajarkan dalam satu satuan/rencana pembelajaran.
c.      Aspek yang dinilai, terletak pada penilaian normatif yaitu hasil kemajuan belajar peserta didik yang meliputi: pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap materi ajar PAI yang disajikan.
d.     Waktu pelaksanaan : akhir kegiatan pembelajaran dalam satu satuan/rencana pembelajaran.
2.     Evaluasi Sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu semester dan akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya, seperti tercantum dalam QS. Al-Insyiqaq: 19
“Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)”
QS. Al-Qamar: 49  “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”
a.      Fungsi, yaitu untuk mengetahui angka atau nilai peserta didik setelah mengikuti program pembelajaran dalam satu catur wulan, semester atau akhir tahun.
b.     Tujuan, untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti program pembelajaran dalam satu catur wulan, semester atau akhir tahunpada setiap mata pelajaran (PAI) pada satu satuan pendidikan tertentu.
c.      Aspek-aspek yang dinilai, yaitu kemajuan hasil belajar meliputi pengetahuan, ketrampilan, sikap dan penguasaan peserta didik tentang mata pelajaran yang diberikan.
d.     Waktu pelaksanaan, yaitu setelah selesai mengikuti program pembelajaran selama satu catur wulan, semester atau akhir tahun pembelajaran pada setiap mata pelajaran (PAI) pada satu tingkat satuan pendidikan.
3.     Evaluasi penempatan (placement), yaitu evaluasi tentang  peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar yang sesuai dengan kondisi peserta didik.
a.      Fungsi, yaitu untuk mengetahui keadaan peserta didik termasuk keadaan seluruh pribadinya, sehingga peserta didik tersebut dapat ditempatkan pada posisi sesuai dengan potensi dan kapasitas dirinya.
b.     Tujuan, yaitu untuk menempatkan peserta didik pada tempat yang sebenarnya, berdasarkan bakat, minat, kemampuan, kesanggupan, serta keadaan diri peserta didik sehingga peserta didik tidak mengalami hambatan yang berarti dalam mengikuti pelajaran atau setiap program bahan yang disajikan guru.
c.      Aspek-aspek yang dinilai, meliputi keadaan fisik, bakat, kemampuan, pengetahuan, pengalaman keterampilan, sikap dan aspek lain yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan peserta didik selanjutnya.
d.     Waktu pelaksanaan, sebaiknya dilaksanakan sebelum peserta didik menempati/menduduki kelas tertentu, bisa sewaktu penerimaan murid baru atau setelah naik kelas.
4.     Evaluasi Diagnostik, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan belajar peserta didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan maupun hambatan-hambatan yang ditemui dalam situasi belajar mengajar.
a.      Fungsi, yaitu untuk mengetahui masalah-masalah yang diderita atau mengganggu peserta didik, sehingga peserta didik mengalani kesulitan, hambatan atau gangguan ketika mengikuti program pembelajaran dalam satu mata pelajaran tertentu (PAI). Sehingga kesulitan peserta didik tersebut dapat diusahakan pemecahannya.
b.     Tujuan, yaitu untuk membantu kesulitan atau mengetahui hambatan yang dialami peserta didik waktu mengikuti kegiatan pembelajaran pada satu mata pelajaran tertentu (PAI) atau keseluruhan program pembelajaran.
c.      Aspek-aspek yang dinilai, meliputi hasil belajar, latar belakang kehidupannya, serta semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.
d.     Waktu pelaksanaan, disesuaikan dengan keperluan pembinaan dari suatu lembaga pendidikan, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan para peserta didiknya.


Prinsip Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi merupakan penilaian tentang suatu aspek yang dihubungkan dengan situasi aspek lainnya, sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh jika ditinjau dari beberapa segi. Oleh karena itu dalam melaksanakan evaluasi harus memperhatikan berbagai prinsip antara lain:
1.     Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)
Dalam ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan berpegang pada prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil (Q.S. 46 : 13-14).
2.     Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab (Q.S. 99 : 7-8).
3.   Prinsip Objektivitas
Dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaharui oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional.
Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (Q.S. : 8), Nabi SAW pernah bersabda :
 “Andai kata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua tangannya”.
Demikian pula halnya dengan Umar bin Khottob yang mencambuk anaknya karena ia berbuat zina. Prinsip ini dapat ditetapkan bila penyelenggarakan pendidikan mempunyai sifat sidiq, jujur, ikhlas, ta’awun, ramah, dan lainnya.


Referensi
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Dr. Jalaludin & Drs. Usman Said. Filsafat Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan Pemikirannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1994.

Kurikulum Pendidikan Islam


Kurikulum Pendidikan Islam
(Tika)

Istilah kurikulum memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh para pakarnya sejak dulu sampai dengan dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda satu sama lain, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh peserta didik yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disiapkan berdasarkan rancangan yang sistematis dan koordinatif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Kartomo Wirosukoarjo mendefinisikan kurikulum sebagai suatu kegiatan yang direncanakan untuk dialami, diterima, dan dilakukan oleh peserta didik agar dapat mencapai tujuan.Prof. Dr. Sikun Pribadi juga mengungkapkan bahwa kurikulum ialah suatu program belajar yang merupakan pengalaman belajar bagi para pelajarnya yang mengikuti program studi tersebut. Sedangkan Drs. Dakir mendefinisikan kurikulum sebagai suatu sistem perencanaan kegiatan pendidikan yang ditujukan kepada peserta didik oleh suatu lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari bermacam-macam definisi ini, dapat dilihat bahwa pengertiannya hampir sama, yaitu merupakan satu perencanaan pengajaran, baik berupa bahan pelajaran ataupun kegiatan pembelajaran.
Kurikulum pendidikan islam mengandung arti sebagai suatu rangkaian program yang mengarahkan kegiatan belajar-mengajar secara terencana, sistematis, dan mencerminkan cita-cita para pendidik sebagai pembawa aroma islami. Dengan kata lain, materi-materi yang diajarkan haruslah sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist. Menurut pandangan Prof. Dr. Mohammad al-Djamaly, semua jenis ilmu yang terkandung dalam Al-Qur’an harus diajarkan oleh peserta didik. Ilmu-ilmu tersebut meliputi ilmu agama, sejarah, ilmu falak, ilmu bumi, ilmu jiwa, ilmu kedokteran, ilmu pertanian, biologi, ilmu hitung, ilmu hukum, sosiologi, ekonomi, balaghah, bahasa arab, dan segala ilmu yang dapat mengembangkan kehidupan umat manusia dan yang mempertinggi derajatnya.
a.      Ciri-Ciri Kurikulum dalam Pendidikan Islam
Omar Mohammad al-Toumy menyebutkan lima ciri-ciri dari kurikulum pendidikan islam. Kelima ciri tersebut secara ringkas dapat disebutkan sebagai berikut :
a.               Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan, metode, alat, ataupun tekhnik bercorak agama.
b.   Meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya. Maksudnya adalah bahwa kurikulum harus betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran dan ajarannya menyeluruh. Di samping itu ia juga luas dalam perhatiannya. Ia memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar.
c.   Bersikap seimbang di antara berbagai ilmu yang dikandung dalam kurikulum.
d.   Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh peserta didik.
e.   Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan minat dan bakat peserta didik.
b.   Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Selain memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, kurikulum pendidikan juga mempunyai beberapa prinsip yang harus ditegakkan. Al-Syaibany menyebutkan tujuh prinsip kurikulum pendidikan islam, yaitu:
a.   Prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Setiap bagian yang terdapat dalam kurikulum , mulai dari tujuan, kandungan, metode, dan sebagainya harus berdasarkan pada agama dan akhlak islam.
b.   Prinsip menyeluruh pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan membina akidah, akal, dan jasmaninya.
c.               Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan dan kandungan kurikulum.
d.   Prinsip keterkaitan antara bakat, minat, kemampuan, maupun kebutuhan ajar.
e.               Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual di antara peserta didik, baik dar segi minat maupun bakatnya.
f.    Prinsip menerima perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat.
g.   Prinsip keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.
c.   Asas Kurikulum Pendidikan Islam
Muh.al-Thoumy al Syaibany, menetapkan empat dasar pokok dalam kurikulum pendidikan Islam, yaitu,:
a.      Asas Agama
Dasar yang ditetapkan berdasarkan nilai-nilai ilahi yang tertuang dalam Al-Quran maupun As-Sunnah, karena kedua kitab tersebut merupakan nilai kebenaran yang universal, abadi dan bersifat futuristik. Selain kedua sumber tersebut masih ada sumber lain, yaitu dasar yang bersumber dari dalil ijtihad. Dalil ijtihad berupa ijma’, Qiyas, Istihsan dan lain-lain.
b.     Asas Falsafah
Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan dasar filosifis, sehingga susunan kurikulum PAI mengandung suatu kebenaran, terutama dari nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenaran. Hal tersebut karena salah satu kajian filsafat adalah sistem nilai, baik yang berkaitan dengan arti hidup, masalah kehidupan, norma-norma yang muncul dari idividu, sekelompok masyarakat, maupun suatu bangsa yang dilatar belakangi oleh pengaruh agama, adat istiadat, dan konsep individu tentang pendidikan.
c.      Asas Psikilogis
Dasar psikologis mempertimbangkan tahapan psikis anak didik, yang berkaitan dengan perkembangan jasmaniah, kematangan, bakat-bakat jasmaniah, intelektual, bahasa, emosi, sosial, kebutuhan dan keinginan individu, minat dan kecakapan.
d.     Asas Sosial
Dasar sosiologis memberikan implikasi bahwa kurikulum pendidikan memegang peranan penting terhadap penyampaian dan pengembangan kebudayaan, proses sosialisasi individu, rekonstruksi masyarakat.
Referensi:
Abuddin Nata, 1997,  Filsafat Pendidikan Islam 1, LoGOS Wacana Ilmu: Jakarta.
Arifin,  2006, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara: Jakarta.

Metode Pendidikan Islam


Metode Pendidikan Islam
(Tika)

Menurut Mahmud Yunus metode adalah jalan yang akan ditempuh oleh guru untuk memberikan berbagai pelajaran kepada murid-murid dalam berbagai jenis mata pelajaran. Jalan itu adalah khittah (garis) yang direncanakan sebelum masuk ke dalam kelas dan dilaksanakan di dalam kelas waktu mengajar.
Sehubungan dengan penerapan metode pada suatu mata pelajaran, Mahmud Yunus juga sangat memperhatikan psikologi anak didik sesuai dengan kaidah-kaidah pengajaran modern, dengan tujuan agar pelajaran dapat memahami dan diingat secara kritis oleh murid. Selanjutnya ia juga amat menekankan tentang pentingnya penanaman moral dalam proses belajar mengajar, karena moralitas adalah merupakan bagian yang sangat penting dari sistem ajaran Islam.
Selanjutnya Mahmud Yunus juga menyarankan agar setiap pendidik memahami gejolak jiwa, kecenderungan potensi, kemampuan dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik. Dengan cara demikian, setiap mata pelajaran yang diberikan dapat diserap oleh anak dengan sebaik-baiknya.
Mahmud Yunus menganjurkan agar setiap pelajaran yang disajikan dapat disesuaikan dengan waktu dan suasana serta menggunakan metode yang bervariasi. Sesungguhnya cara mengajar itu tidak sama, bahkan berlain-lainan menurut mata pelajaran yang diajarkan. Cara mengajarkan bahasa Arab atau Inggris berlainan dengan cara mengajarkan ilmu bumi, cara mengajarkan berhitung tidak sama dengan cara mengajarkan sejarah. Maka tiap-tiap mata pelajaran itu mempunyai jalan (metode) yang khusus, tidak dapat disama ratakan saja. Oleh sebab itu metode (cara-cara) mengajar terdiri dari dua macam antara lain: Pertama: cara mengajar umum yang meliputi :
1)   Metode penyimpulan, yaitu guru menuliskan contoh-contoh di papan tulis kemudian dibahas bersama-sama murid, sehingga diambil kesipulan.tujuan metode ini membiasakan muridberfikirsendiri;
2) Metode Quasiyah yaitu mula-muladisebutkan kaedahdan hukum umum, kemudian diterangkan contoh-contohnya. Metode ini tidak menyuruh murid untuk berfikir dan percara diri, menerima apa adanya dari guru.
3)   Metode membahas dan mengkiaskan, yaitu guru dan murid sama-sama menyimpulkan dan berpindah kaedah;
4)   Metode memberitakan atau ceramah, metode ini sesuai untuk mahasiswa, tetapi tidak sesuai untuk murid di sekolah rendah, menengah pertama dan menengah keatas;
5)   Metode bercakap-cakap dan tanya jawab, yaitu metode bercakap-cakap dan tanya jawab untuk mendapatkan suatu kebenaran. Tujuannya ialah memasukkan ilmu pengetahuan ke dalam otak murid-murid dan membiasakan mereka membahas untuk mendapatkan kebenaran.
Kedua: metode mengajar modern yang meliputi:
1)   Metode menyelidik yaitu membahas mata pelajaran dalam kitab yang ditentukan oleh guru kepada murid-murid, supaya mereka pelajari dengan sendirinya dan harus selesai dalam waktu yang ditentukan;
2)   Metode mentakjubkan (menghargai) yaitu murid banyak diam, banyak mendengarkan, guru langsung masuk ke dalam hati murid dengan perkataan yang manis, sehingga mereka terpesona ke dalam hati murid dengan perkataan yang manis, sehingga mereka terpesona dibawa oleh guru kearah tujuan yang dikehendakinya;
3)   Metode latihan (Drill), karena dengan tidak ada satu pelajaran yang dapat lancar dan sukses dengan tidak ada latihan dan ulangan.
Referensi:
Mahmud Yunus. 1990. Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta: Hidakarya Agung.

Tujuan Pendidikan Islam


Tujuan pendidikan Islam
(Tika)

Dari segi tujuan pendidikan Islam, terlihat pada gagasannya yang menghendaki agar lulusan pendidikan Islam tidak kalah dengan lulusan pendidikan yang belajar di sekolah-sekolah yang sudah maju, bahkan lulusan pendidikan Islam tersebut mutunya lebih baik dari lulusan sekolah-sekolah yang sudah maju. Yaitu lulusan pendidikan Islam yang selain memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bidang ilmu-ilmu umum juga memiliki wawasan dan kepribadian Islam yang kuat. Adapun tujuan pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus adalah untuk mempelajari dan mengetahui ilmu-ilmu agama Islam serta mengamalkannya.
Tujuan inilah yang dilaksanakan oleh madrasah-madrasah, seluruh dunia Islam beratus-ratus tahun lamanya sesudah mundurnya negara Islam, di madrasah ini hanya diajarkan ilmu-ilmu: tauhid, fiqih, tafsir, Hadits, nahwu, sharaf, balaqah dan sebagainya. Sedangkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan duniawi tidak diajarkan sama sekali, bahkan dahulunya ada ulama yang mengatakan haram mengajarkan ilmu-ilmu alam, kimia, dan ilmu-ilmu lain yang disebut ilmu umum.
Tujuan yang demikian itu, menurut Mahmud Yunus terasa masih kurang, tidak lengkap dan tidak sempurna. Tujuan yang demikian membuat umat Islam menjadi lemah dalam kehidupan di dunia dan tidak sanggup mempertahankan kemerdekaannya. Dari sini Mahmud Yunus menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menyiapkan anak-anak didik agar pada waktu dewasa kelak mereka sanggup dan cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga tercipta kebahagiaan bersama dunia akhirat.
Perumusan ini ringkas dan pendek, tetapi isinya dalam dan luas, supaya anak-anak cakap melaksanakan amalan akhirat mereka harus dididik, supaya beriman teguh dan beramal shaleh. Untuk pendidikan itu harus diajarkan antara lain adalah: keimanan, akhlak, ibadah dan isi al-Qur'an yang berhubungan dengan yang wajib dikerjakan dan yang haram mesti ditinggalkan. Supaya anak-anak cakap melaksanakan pekerjaan dunia, mereka harus dididik untuk mengajarkan salah satu dari masing-masing perusahaan, seperti bertani, berdagang, beternak, bertukang, menjadi guru, pegawai negeri, buruh (pekerjaan) dan sebagainya yaitu menurut bapak dan pembawaan masing-masing anak-anak.
Untuk menghasilkan semua itu anak-anak harus belajar ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan dunia dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan amalan akhirat. Berkaitan dengan tujuan pokok pendidikan Islam, Mahmud Yunus lebih lanjut merumuskannya adalah sebagai berikut:
1.     untuk mencerdaskan perseorangan,
2.     untuk kecakapan mengerjakan pekerjaan. Dalam hubungan ia menilai pendapat ulama tradisional yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam hanyalah untuk beribadah dan sekedar untuk mempelajari agama Islam. Karena menurutnya, beribadah itu merupakan salah satu perintah Islam. Sedangkan pekerjaan duniawi yang menguatkan pengabdian kepada Allah juga merupakan perintah Islam.
Dengan demikian, pekerjaan duniawi termasuk juga tujuan pendidikan Islam. Selain itu, Mahmud Yunus menilai bahwa tujuan pendidikan yang lebih penting dan utama adalah pendidikan akhlak, karena Rasulullah SAW, diutus kemuka bumi adalah untuk memperbaiki akhlak dan budi pekerti umat manusia. Atas dasar pemikiran tersebut di atas, menurut Mahmud Yunus tugas yang utama dan pertama yang menjadi beban para ulama, guru-guru agama dan pemimpin-pemimpin Islam adalah mendidik anak-anak, para pemuda, putra-putri orang-orang dewasa dan masyarakat umumnya, dengan tujuan agar mereka memiliki akhlak yang mulia dan berbudi pekerti mulia. Hal yang demikian tidak berarti bahwa pendidikan jasmani, adil dan amal tidak dipentingkan sama sekali, bahkan semuanya dipentingkan, tapi yang terpenting menurut Mahmud Yunus adalah pendidikan akhlak.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui dengan jelas, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mendorong seseorang agar mengamalkan ajaran Islam secara sempurna, yaitu ajaran yang menyeluruh,  seseorang tidak hanya menguasai pekerjaan-pekerjaan yang bersifat ukhrawi, tetapi pekerjaan yang bersifat duniawi dan dihiasi dengan akhlak yang mulia, sehingga tercapai kebahagiaan hidup yang seimbang. Rumusan tujuan pendidikan Islam dari Mahmud Yunus tersebut memperlihatkan dengan jelas adanya pengaruh lingkungan masyarakat Islam saat itu, yaitu masyarakat yang kemajuannya tidak seimbang. Mereka hanya mementingkan urusan ukhrawi saja dengan mengabaikan urusan duniawi.

 Referensi:

Mahmud Yunus. 1990. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta: Hidakarya agung.

Evaluasi Pendidikan Islam


EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM
(Susi Handayani)
A.  PENDAHULUAN
                Dalam Alquran ditegaskan bahwa Allah menciptakan manusia agar menjadikan tujuan akhir atau hasil segala aktivitasnya sebagai pengabdiannya kepada Allah (QS. Al-Baqarah 2:30, dan QS. Hud 11:61).  Aktivitas yang dimaksud tersimpul dalam ayat Alquran yang menegaskan bahwa manusia adalah khalifah Allah. Dalam statusnya sebagai khalifah, manusia hidup di alam mendapat tugas dari Allah untuk memakmurkan bumi sesuai dengan konsep yang ditetapkan-Nya (Drs. Zuhairini, dkk dalam Filsafat Pendidikan Islam, hlm 1). Manusia sebagai khalifah Allah memikul beban yang sangat berat. Tugas ini dapat diaktualisasikan jika manusia dibekali dengan pengetahuan. Semua ini dapat dipenuhi hanya dengan proses pendidikan.
                Islam dengan sumber ajaran al-Qur’an dan hadits yang diperkaya penafsiran para ulama ternyata menunjukkan dengan jelas berbagai masalah dalam bidang pendidikan yang telah memberi corak hitam putihnya perjalanan hidup seseorang. Oleh karena itu ajaran Islam menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang wajib hukumnya baik pria maupun wanita yang berlangsung seumur hidup semenjak dari buaian hingga ajal datang (al-Hadits) – life is education (Drs. H. Abuddin Nata, MA., dalam  Filsafat Pendidikan Islam I, hlm. 131).
Dalam proses evaluasi pendidikan memiliki kedudukan penting dalam pencapaian hasil yang digunakan sebagai input untuk perbaikan kegiatan pendidikan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang evaluasi pendidikan, akan dipaparkan tentang pentingnya evaluasi yang berhubungan dengan ayat-ayat pendidikan.
B. Pembahasan
1. Pengertian Evaluasi Pendidikan
               Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris “Evaluation” yang berarti tindakan atau proses untuk menemukan nilai sesuatu atau dapat diartikan sebagai tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan. Dalam bahasa Arab evaluasi dikenal dengan istilah “imtihan” yang berarti ujian. Dan dikenal dengan istilah khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan.
Menurut Soegarda Poerbawakatja dalam “Ensiklopedi Pendidikan” menguraikan pengertian pendidikan yang lebih luas, sebagai “semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan serta ketrampilannya (orang menamakan ini juga “mengalihkan” kebudayaan) kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah”. Dapat pula dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk meningkatkan pengaruh kedewasaan si anak yang selalu diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatan.
Jika kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat diartikan sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak hanya menilai tentang hasil belajar siswa tersebut, seperti evaluasi terhadap guru, kurikulum, metode, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya. Evaluasi yang baik haruslah didasarkan atas tujuan pengajaran yang ditetapkan oleh suro dan kemudian benar-benar diusahakan oleh guru untuk siswa. Betapapun baiknya, evaluasi apabila tidak didasarkan atas tujuan pengajaran yang diberikan, tidak akan tercapai sasarannya.
               Selain istilah evaluasi, terdapat pula istilah lain yang hampir berdekatan, yaitu pengukuran dan penilaian. Sementara orang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama, sehingga dalam memaknainya tergantung dari kata mana yang siap diucapkan.

2.  Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan
Tujuan program evaluasi adalah mengetahui kader pemahaman anak didik terhadap materi terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program evaluasi bertujuan mengetahui siapa diantara anak didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat. Tujuan evaluasi bukan anak didik saja, tetapi bertujuan mengevaluasi pendidik, yaitu sejauh mana pendidikan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang asfek kogritif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara besarnya meliputi empat hal, yaitu:
1. Sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhannya.
2. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
3. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam
sekitarnya.
4. Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota masyarakat,
serta khalifah Allah SWT.

Dari keempat dasar tersebut di atas, dapat dijabarkan dalam beberapa klasifikasi kemampuan teknis, yaitu :
1. Sejauh mana loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
2. Sejauh mana peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup bermasyarakt, seperti ahlak yang mulia dan disiplin.
3. Bagaimana peserta didik berusaha mengelola dan memelihara, serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya, apakah ia merusak ataukah memberi makna bagi kehidupannya dan masyarakat dimana ia berada.
4. Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah dalam menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku dan agama.
               Sebagaimana yang terdapat pada ajaran Islam, tujuan evaluasi dapat dipahami berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an antara lain disebutkan sebagai berikut:
1. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problem kehidupan yang dialaminya. Sebagaimana terdapat pada QS. Al-Baqarah : 155, yang artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah : 155), Maksudnya : iman tidak menjamin untuk mendapatkan rizki yang banyak, kekuasaan dan tidak ada rasa takut tetapi berjalan sesuai ketentuan sunatullah yang berlaku untuk makhluknya. Seseorang yang mempunyai kesempurnaan iman dan dirinya mempunyai pengalaman digembleng dalam penderitaan maka adanya musibah justru akan membersihkan jiwanya.
2. Untuk mengetahui sampai dimana atau sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah ditetapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya.
      Yang artunya: (Ingatlah) ketika Musa berkata kepada keluarganya: “Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak akan membawa kepadamu khabar daripadanya, atau aku membawa kepadamu suluh api supaya kamu dapat berdiang.” (QS. An-Naml : 7) Maksudnya : seseorang akan merasa gembira dengan melihat api dari kejauhan ketika tersesat di malam gelap gulita, karena berharap dengan api itu dia tidak akan kebingungan, merasa aman di jalan dan dapat memanfaatkannya untuk berdiang, karena itulah Musa kembali dari tempat api yang membawa berita penting dan cahaya yang mulia.
3. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman atau keimanan manusia sehingga diketahui manusia yang paling mulia disisi Allah.
      “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (QS. Ash-Shaffat : 103-107) Maksudnya : kerelaan Nabi Ibrahim dengan menyembelih anaknya demi keputusan Allah dengan tunduk dan patuh yang nyata keikhlasannya maka Allah pasti akan memberi balasan bagi setiap orang yang berbuat baik sesuai yang patut dia terima dan setimpal dengan yang dia peroleh.
Allah menguji perbuatan manusia dengan kata imtahana seperti dapat dipahami pada ayat berikut : (60:10)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلاَ تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لاَ هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلاَ هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآتُوهُم مَّا أَنفَقُوا وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَن تَنكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلاَ تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنفَقُوا ذَلِكُمْ حُكْمُ اللهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ {10}
Maksud dari ayat tersebut adalah : Dalam ayat-ayat ini Allah menerangkan golongan orang kafir yang ketiga, yaitu menyerahkan diri sesudah pada mulanya menolak keras, itulah yang dimaksud oleh ayat tersebut. Orang kafir ada tiga; 1) yang tetap kafir; 2) yang dapat diharapkan akan insaf; 3) yang benar-benar insaf. Tuhan menjelaskan lafal baiat yang diberikan oleh perempuan-perempuan yang beriman dan mengulangi kembali larangan tentang orang yang murkai Allah sebagai teman setia.
Fungsi Evaluasi Pendidikan
Menurut A. Tabrani Rusyan dan kawan-kawan, mengatakan bahwa evaluasi mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Untuk mengetahui tercapainya tidaknya tujuan instruksional secara komprehensif yang meliputi aspek pengetahuan, sikap dan tingkah laku.
2. Sebagai umpan balik yang berguna bagi tindakan berikutnya dimana segi-segi yang sudah dapat dicapai lebih ditingkatkan lagi dan segi-segi yang dapat merugikan sebanyak mungkin dihindari.
3. Bagi pendidik, evaluasi berguna untuk mengatur keberhasilan proses belajar mengajar bagi peserta didik berguna untuk mengetahui bahan pelajaran yang diberikan dan di kuasai, dan bagi masyarakat untuk mengetahui berhasil atau tidaknya program-program yang dilaksanakan.
4. Untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program remedial bagi murid.
5. Untuk menentukan angka kemajuan atau hasil belajar.
6. Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat.
7. Untuk mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar.

3. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan dalam al-Qur’an
               Evaluasi dapat terlaksana dengan baik apabila pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip berikut ini.
1. Prinsip keseluruhan (al kamal: الكمال / al tamam : التمم) Penilaian harus mengumpulkan data mengenai seluruh aspek kepribadian. Meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
a. Aspek kognitif. Cara berfikir seseorang dalam setiap perbuatan
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2}
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”.
b. Aspek afektif. Cara bersikap seseorang dalam perbuatan
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al-‘Ashr : 3).
c. Aspek psikomotorik
 “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
2. Prinsip kesinambungan (istimrar : استمرار)
Penilaian diusahakan secara kesinambungan / kontinuitas atau terus menerus.
Katakanlah: “Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan. (QS. Al-An’am : 135)
3. Prinsip obyektivitas (maudluiyyah : موضوعية)
Penilaian diusahakan subjektivitas atau jujur, mengatakan sesuatu sesuai dengan apa adanya. “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (QS. At-Taubah: 119).
4. Prosedur / Teknik Evaluasi Pendidikan
               Teknik evaluasi dalam pendidikan dapat dibagi beberapa langkah diantaranya :
1) Perencanaan: Dapat dilakukan dengan merumuskan tujuan evaluasi dalam suatu program belajar mengajar didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai.
2) Pengumpulan data: Dengan cara menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai, artinya untuk memperoleh bahan informasi yang cukup tentang anak didik dengan diadakan evaluasi yang dapat ditempuh dengan langkah yaitu: pelaksanaan evaluasi, pemeriksaan hasil-hasil evaluasi, dan pemberian kode atau skor.
3) Verifikasi data: Dengan menentukan metode evaluasi yang akan digunakan aspek yang akan dinilai. Misalnya : untuk menilai sikap dipergunakan checklist.
4) Analisis data: Dengan cara memilih atau menyusun alat-alat evaluasi yang akan dipergunakan berupa tes maupun bukan tes (non-tes).
5) Penafsiran data: Dengan menentukan kriteria yang dipergunakan untuk menentukan frekuensi evaluasi dengan menyusun bahan pelajaran.
4. Kedudukan Evaluasi Pendidikan
         Ajaran Islam menaruh perhatian yang besar terhadap evaluasi pendidikan. Oleh karena itu, jika evaluasi dihubungkan dengan kegiatan pendidikan memiliki kedudukan yang amat strategis, maka hasilnya dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan dalam bidang pendidikan.
         Dalam berbagai firman Allah SWT memberitahukan kepada kita, bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidikan. Hal ini, misalnya dapat dipahami dari ayat yang artinya sebagai berikut:
وَعَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَ ئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ {31} قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ {32}
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (al-Baqarah : 31-32)
Dia, yakni Allah mengajarkan Adam nama-nama seluruhnya, yakni memberinya benda-benda dan mengajarkan fungsi benda-benda. Setelah pengajaran Allah dicerna oleh Adam as sebagaimana dipahami dari kata kemudian, Allah memaparkan benda-benda itu kepada malaikat lalu berfirman “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu, jika kamu orang-orang yang benar dalam dugaan kau bahwa kalian lebih wajar menjadi khalifah”.
         Para malaikat yang ditanya itu secara tutur menjawab sambil mensucikan Allah, tidak ada pengetahuan bagi kami selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana. Maksudnya bukan karena Engkau tidak tahu, tetapi karena ada hikmah diantara itu.
         Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (al-Baqarah : 33)
         Untuk membuktikan kemampuan khalifah kepada malaikat, Allah berfirman : ”Hai Adam! beritahukanlah kepada mereka nama-namanya yakni benda itu”. Perhatikanlah! Adam diperintahkan untuk “memberitahukan” yakni menyampaikan kepada malaikat, bukan “mengajar” mereka, pengajaran mengharuskan agar bahan pengajarannya dimengerti oleh yang diajarnya sehingga perlu mengulang-ulangi pelajaran hingga benar-benar dimengerti, berbeda dengan penyampaian atau berita yang tidak mengharuskan pengulangan dan berita harus di mengerti.
         Dari ayat tersebut ada empat hal yang dapat diketahui. Pertama, Allah SWT dalam ayat tersebut bertindak sebagai guru memberikan pengajaran kepada Nabi Adam as; kedua, para malaikat tidak memperoleh pengajaran sebagaimana yang telah diterima Nabi Adam. Ketiga, Allah SWT memerintah kepada Nabi Adam agar mendemonstrasikan ajaran yang diterima dihadapan para malaikat. Keempat, materi evaluasi atau yang diujikan haruslah yang pernah diajarkan.  Selain Allah bertindak memberikan pengajaran kepada makhluk-Nya atau hamba-Nya dan dapat pula memberikan pengawasan dengan melalui perantara malaikat sebagai pencatat amal perbuatan manusia sebagaimana yang terdapat pada ayat berikut ini, yang artinya:
 “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas Raqib dan ‘Atid” (QS. Qaaf : 18)
         Tiada keluar satu katapun dari mulut manusia kecuali padanya ada seorang malaikat yang menyaksikan, meneliti perbuatan, mencatat apa saja yang memuat pahala atau hukuman bagi manusia. Hikmah dari hal ini ialah bahwa Allah Ta’ala tidaklah menciptakan manusia untuk di azab melainkan untuk dididik dan dibimbing. Maka, setiap penderitaan yang dialami oleh manusia adalah untuk meningkatkan jiwanya.
5. Sasaran Evaluasi
            Langkah yang harus ditempuh seorang pendidik dalam mengevaluasi adalah menetapkan apa yang menjadi sasaran evaluasi tersebut. Sasaran evaluasi sangat penting untuk diketahui supaya memudahkan pendidik dalam menyusun alat-alat evaluasinya.
Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu:
1. Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
2. Segi pendidikan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
3. Segi yang menyangkut proses belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh murid.
Dengan menetapkan sasaran diatas, maka pendidik lebih mudah mengetahui alat-alat evaluasi yang dipakai baik dengan tes maupun non-tes.
a. Kedudukan akademis setiap murid, baik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, sekolahnya, maupun dengan sekolah-sekolah lain.
b. Kemajuan belajar dalam satu pelajaran tertentu, misalnya tauhid, fiqih, tarikh dan lainnya.
c. Kelemahan dan kelebihan murid.
Dalam evaluasi pendidikan Islam ada empat sasaran pokok yang menjadi target.
- Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan pribadi dengan Tuhannya.
- Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungannya dengan masyarakat.
- Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan dengan kehidupan yang akan datang.
- Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakat serta selaku khalifah Allah di bumi.
   Dalam melaksanakan evaluasi pendidika Islam ada 2 cara yang dapat ditempuh diantaranya:
a. Kuantitatif: Evaluasi kuantitatif adalah cara untuk mengetahui sebuah hasil pendidikan dengen cara memberikan penilaian dalam bentuk angka. (5, 7,90) dan lain-lain.
b. Kualitatif: Evaluasi kualitatif adalah suatu cara untuk mengetahui hasil pendidikan yang diberikan dengan cara memberikan pernyataan verbal dan sejenisnya (bagus, sangat bagus, cukup, baik, buruk) dan lain-lain.

C. Kesimpulan
               Dari pemaparan tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya kata evaluasi berasal dari kata asing “evaluation” yang berarti menilai (tetapi diadakan pengukuran terlebih dahulu). Dari pendapat-pendapat para ahli yang mendefinisikan tentang evaluasi. Pada hakekatnya dalam evaluasi pengajaran memiliki tiga unsur yaitu, kegiatan evaluasi, informasi dan data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi.
               Tujuan dan fungsi evaluasi tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif akan tetapi meliputi ketiga ranah tersebut (kognitif, afektif dan psikomotorik). Yang mempunyai tiga prinsip yaitu prinsip keseimbangan, menyeluruh dan obyektif. Dalam kegiatan evaluasi tersebut sistem yang dipakai yaitu mengacu pada al-Qur’an yang penjabarannya dituangkan dalam as-Sunnah. Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu: (1) Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan murid sebagai akibat dari proses belajar mengajar. (2) Segi pendidikan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar. (3) Segi yang menyangkut proses belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh murid.
               Jadi, Tolok ukur keberhasilan pengevaluasian tidak hanya tergantung pada tingkat keberhasilan tujuan dan pendidikan yang dapat dicapai, melainkan berkenaan dengan penilaian terhadap berbagai aspek yang dapat mempengaruhi proses belajar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahally as-Syuyuti, Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain,  Sinar Baru: Bandung, 1990.
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Terjemah Tafsir al-Maraghi (26),  CV. Toha Putra:          Semarang, 1989.
Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2,  Gema Insani Press: Jakarta,          1999.
Ihsan, Hamdani, Drs. H., Filsafat Pendidikan islam, Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Nata, Abuddin, Drs. H. Filsafat Pendidikan Islam I, Logos Wacana Ilmu: Jakarta, 1997.
_______________Ibid, Filsafat Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Samsul, MA., Drs., Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, teoritis, dan praktis, Ciputat Press: Jakarta, 2000.
Shihab, M. Qraish, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Mizan:Bandung, 1992.
______________________Ibid, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an), vol.3, Lentera Hati: Jakarta, 2000.
Sugarda Poerbawakatja, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung: Jakarta, 1976.
Zuhairini, Drs., dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara:Jakarta, 1995.