Minggu, 16 Desember 2012

Pendidikan Pada Masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin


(Susi Handayani)

PENDAHULUAN
Manusia setiap saat, membutuhkan pelajaran dari alam semesta sampai ia menemukan cara bertindak yang tepat untuk memertahankan kehidupannya. untuk kebutuhan belajar ini diperlukan pengaruh dari oleh luar. pengaruh ini oleh Imam Santoso, disebut dengan istilah “Pendidikan”.[1] karenanya pendidikan adalah suatu esensial bagi manusia, melalui pendidikan, manusia bisa belajar mempelajari alam semesta demi mempertahankan khidupannya karena pentingnya pendidikan.
Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting dan tinggi. Antara lain dalam surat al-mujaddalah Allah berfirman yang artinya: “Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan beberaa derajat”. (QS. al-Mujadalah 58: 11). Umat Islam dalam sejarahnya telah memperlihatkan tentang pentingnya pendidikan. Hal ini ditelusuri sejak saat masa rasul hingga masa sekarang ini.

PEMBAHASAN
1.   Pendidikan Pada Zaman Rasulullah
 Pada waktu Islam diturunkan, bangsa Arab dikenal dengan sebutan “kaum jahili”. Kaum Quraisy penduduk Mekkah sebagai bangsawan di kalangan bangsa Arab hanya memiliki 17 orang yang pandai tulis baca. Suku Aus dan Khazroj penduduk Yatsrib (Madinah) hanya memiliki 11 orang yang pandai membaca.[2]  hal ini menyebabkan bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaian lain. Hidup mereka mengikuti hawa nafsu, berpecah-pecah, saling berperang satu dengan yang lain karena sebab yang sepele, yang kuat menguasai yang lemah, wanita tidak ada harganya, berlakulah hukum rimba. Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang syair-syair jahili yang disebarkan secara hafalan. Agama warisan Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as hanya tinggal bekas-bekasnya yang disewenangkan.
Mengahadapi kenyataan itu Nabi Muhammad SAW di utus Allah dengan tujuan untuk memperbaiki akhlak, baik akhlak untuk berhubungan dengan Tuhan maupun sesama manusia. Dalam masalah ilmu pengetahuan perhatian Rasul (Muhammad SAW) sangat besar, di antaranya.
a.    Wahyu pertama yang diterima Rasul berbunyi bacalah. Perintah ini pada hakikatnya adalah pencanangan dan pemberantasan buta huruf, suatu tindakan awal yang membebaskan manusia dari ketidaktahuan.
b.   Bangsa Arab adalah bangsa yang kuat hafalannya. sedangkan hafalan merupakan salah satu alat untuk pengembangan ilmu. oleh karena itu, Nabi saw tetap memanfaatkan keistimewaan daya ingat bangsa Arab. Mereka disuruh menghafal Alquran dengan sungguh-sungguh sehingga mereka dapat mengahafal secara autentik dan utuh.
c.  Nabi membuat tradisi baru yaitu mencatat dan menulis. Semua sahabat yang pandai membaca dan menulis diangkat menjadi juru tulis untuk mencatat semua wahyu yang turun pada benda yang dapat ditulisi seperti kulit, tulang, pelapah kurma, dan lain-lain. adanya sumber pokok ajaran Islam yaitu Alquran dan Alhadits yang harus ditulis dan dihafal secara utuh telah mendorong kaum muslimin untuk sungguh-sungguh mementingkan kepandaian tulis baca.
d.   Alquran merupakan sumber inti ilmu pengetahuan, karena alquran memuat:
·     Kisah umat-umat terdahulu
·     Segala macam hukum dasar: perkawinan, perdata, pidana, perniagaan, juga berbagai perundang-undangan: politik, ekonomi, sosial.
·     Sifat-sifat Allah swt, seperti Ilmu, Qudrah, Irradah, Wahdaniyah, dan lain-lain.

Dengan landasan-landasan itu Rasul mulai membangun jiwa umat Islam. Rasul membimbing sahabat-sahabat untuk beriman dan berilmu, untuk memercayai Allah Yang Maha Esa, tidak syirik, berakhlak mulia, data dipercaya, jujur. Rasul menjelaskan kepada para sahabat tentang Islam, amal sholeh, dan kepercayaan.
Kegiatan yang dilakukan Rasulullah seperti mengadakan Taklim (pembelajaran) kepada para sahabatnya, guna mengetahui ajaran-ajaran Islam, sehingga Rasul membuat kompleks belajar Dar al-Arqam yang bertempat di rumah sahabat Abu al-Arqam. Di situlah Rasul berdakwah sekaligus membimbing dan mendidik umat Islam sehingga tempat itu dapat dianggap sebagai Lembaga Pendidikan pertama yang didirikan Rasulullah SAW.
Lembaga Dar al-Arqam memang merupakan tempat pusat kegiatan umat Islam awal. Mula-mula secara sembunyi-sembunyi karena khawatir terhadap tindakan suku Quraisy yang tidak menyukai kegiatan Rasul. Dalam perkembangannya menjadi tempat yang terbuka untuk umum, kegiatannya pun bertambah banyak.
Sebagaimana diketahui, dakwah Rasul mempunyai beberapa metode. Metode-metode itu adalah:
1)  Dakwah secara sembunyi-sembunyi
2)  Dakwah melalui silaturahmi keluarga besar bani Hasyim
3)  Dakwah secara terang-terangan
4)  Dakwah mempergunakan segala sarana; politik, ekonomi, perkawinan, perdamaian, surat-menyurat. khusus yang terakhir dilakukan Rasul setelah hijrah ke Madinah dan telah menjadi kepala negara.
Ketika Rasul hijrah dan diangkat menjadi kepala negara, Rasul melaksaanakan.
a. Prolamasi berdirinya sebuah negara dengan cara mengumumkan nama Madinah al-Munawarah bagi kota Yatsrib.
b.   Mendirikan Masjid Nabawi sebagai pusat kegatan umat Islam.
c. Mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, persaudaraan berdasarkan agama sebagai basis warga negara.
d.  Membuat undang-undang dan peraturan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang terkenal dengan istilah Traktat Madinah.
e. Membuat batas wilayah sebagai basis teritorial dengan membuat parit pada perang khandaq.
f.     Membuat  lembaga-lembaga pelengkap sebuah pemerintahan, semisal angkatan perang, pengadilan, lembaga pendidikan, bail al-mal, lembaga yang mengatur administrasi negara, serta menyusun ahli-ahli yang cakap yang bertinda sebagai pendamping Nabi.

Melalui usaha itu Islam berkembang, umat Islam semakin banyak dan wilayah Islam meluas. Ketika Rasul wafat, wilayah Islam telah meliputi sebagian besar jazirah Arab. sebuah negara dengan persyaratan-persyaratan yang maju untuk zamannya, sebuah negara demokrasi yang berbentuk republik. Dengan usaha itu Rasul telah merintis peradaban Islam, dalam waktu 23 tahun Rasul telah mengubah bangsa Arab dari bangsa Jahiliyah menjadi bangsa yang berperadaban dengan jiwa yang Islami, bersatu, berakhlak mulia, dan berpengetahuan. Dengan bimbingan Nabi dan pengaruh Alquran telah lahir orang-orang pandai.   
Usaha pendidikan ini kemudian ditindaklanjuti oleh generasi berikutnya, pendidikan dan pengajaran terus tumbuh dan berkembang pada masa khulafaur Rasyidin.

2.   Pendidikan Pada Khulafaur Rasyidin
Rasulullah wafat, Khulafaur Rasyidin menggantikan kedudukan beliau, di antara empat khalifah itu ternyata Umar ibn Khattab mempunyai kedudukan istimewa. Keistimewaan Umar terletak pada kemampuannya berpikir kreatif. ke-brilian-an beliau dalam memahami syariat Islam, diakui sendiri oleh Nabi dalam hadits riwayat Bukhari dari Abu Said al-Khudri ra. Rasulullah bersabda: “Sewaktu aku sedang tidur aku bermimpi melihat manusia dihadapkan kepadaku dan mereka itu memakai baju, diantaranya ada yang sampai kesusunya dan ada pula yang kurang dari itu. Dihadapkan pula kepadaku Umar ibn Khattab memakai baju yang dihelanya karena sangat dalamnya”. Sahabat-sahabat bertanya, “Apakah ta’wil mimpi tuan itu?” Jawab Nabi: “Agama”.[3]
Kreativitas Umar mulai tampak ketika ia mengkhawatirkan keutuhan Alquran karena banyaknya hufadz yang mati syahid. Untuk itu ia mengusulkan kepada Khalifal Abu Bakar untuk membukukan alquran yang sewaktu itu masih merupakan catatan-catatan lepas dan hafalan pribadi-pribadi sahabat walaupun sekarang bernama “Mushaf Usman”, tetapi gagasan awalnya berasal dari Umar, tidak diragukan lagi bahwa keutuhan alquran yang berasal dari gagasan Umar, merupakan warisan intelektual Islam yang paling berharga.
Di antara Khulafaur Rasyidin yang membangun peradaban Islam adalah Umar ibn Khattab. Umar ketika itu sudah menjadi Kepala Negara telah mengubah nama kpala negara yang semula bergelar Khalifah Al-Rasul menjadi Amirul Mu’minin.
Untuk mengatasi masalah, maka Umar berijtihad untuk:
1     Menetapkan hukum tentang masalah-masalah yang baru.
Dalam ketetapan itu sering seakan-akan bertentangan dengan sunnah atau ketetapan Abu Bakar pendahulunya. Namun apabila diteliti lebih mendalam, ternyata Umar memiliki jangkauan yang menyeluruh, mencakup keseluruhan ajaran Islam. Misalnya mengenai ghanimah (harta rampasan perang), surah al-Anfal mengajarkan bahwa harta rampasan perang, termasuk tanah, harus dibagikan dengan cara tertentu, sebagian untuk para tentara yang berperang.
2     Memperbaharui organisasi negara
Pada masa Rasul, sesuai dengan keadaannya organisasi negara masih sederhana. Tetapi ketika masa khalifah Umar, di mana umat Islam sudah terdiri dari bermacam-macam bangsa dan urusannya makin meluas, maka disusunlah organisasi negara sebagai berikut:
1)      Organisasi Politik terdiri:
a.    Al-Khilafaat, Kepala Negara
Dalam memilih kepala negara berlaku sistem “bai’ah”. Pada masa sekarang mungkin sama dengan sistem demokrasi.
b.   Al-Wizaraat, sama dengan menteri pada zaman sekarang. Khalifah Umar menetapkan Usman sebagai pembantunya untuk mengurus pemerintahan umum dan kesejahteraan, sedangkan Ali untuk mengurus kehakiman, surat-menyurat, dan tawanan perang.
c.    Al-Khitabaat, Sekretaris Negara. Umar mengangkat Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Arqom menjadi sekretaris untuk menjelaskan urusan-urusan penting. Usman bin Affan juga mengangkat Marwan bin Hakam.
2)      Administrasi Negara
a.    Diwan-diwan (departemen-departemen)
Ø  Diwan al-Jundiy (Diwan al-Harby): Badan Pertahanan Keamanan.
Ø  Diwan al- Kharaj/Baitul Mal yang mengurusi keuangan Negara, pemasukan dan pengeluaran anggaran belanja negara.
Ø  Diwan al-Qudhat (Departemen Kehakiman)
Umar mengangkat hakim-hakim khusus untuk tiap wilayah dan menetapkan persyaratannya.
b.   Al-Imarah ‘ala al-buldan (Administrasi Pemerintahan dalam Negeri)
c.    Mengembangkan Ilmu
Untuk kepentingan pengajaran di luar Jazirah Arab, dikirim guru-guru yang terdiri dari sahabat-sahabat ahli ilmu, yaitu Abdullah bin Mas’ud pergi ke Kufah, Abu Musa al-Asy’ari dan Anas bin Malik pergi ke Basrah, Muadz, Ubadah, Abu Darda dikirim ke Syam, Abdullah bin Amr bin Ash dikirim ke Mesir. Melalui tangan-tangan mereka berkembang ilmu keIslaman di negeri-negeri itu dan menghasilkan ulama (ahli ilmu) dalam jumlah yang lebih besar. Selanjutnya umat Islam mulai bergerak untuk mempelajari adat istiadat mereka, kaidah-kaidah orang Yahudi dan Nasrani, ilmu-ilmu yang berkembang di kalangan mereka. hanya saja usaha-usaha mulia khalifah Umar itu tidak berlangsung lama karena Umar terbunuh oleh orang yang sakit hati kepadanya. Namun Umar diakui oleh para sarjana muslim dan bukan muslim bahwa ia adalah orang kedua sesudah Nabi yang paling menentukan jalannya kebudayaan Islam.

Kedudukan khalifah selanjutnya diganti oleh Usman bin Affan, seorang yang lemah lembut. Kelemah-lembutannya ini dipergunakan oleh keluarga bani Umayyah yang pernah memegang kekuatan politik sebelum Islam untuk meningkatkan dan mengembalikan kedudukannya sebagai pemimpin kaum Quraisy pada masa Islam. Peluang yang dimanfaatkan oleh keluarga bani Umayyah untuk menduduki jabatan penting menyebabkan timbulnya berbagai protes dan sikap oposisi yang datang dari seluruh daerah. Gerakan itu berakhir dengan pembunuhan terhadap khalifah ketiga Usman bin Affan.
Pembunuhan Usman merupakan malapetaka besar yang menimpa umat Islam. Di kalangan Umat Islam terjadi benturan antara ajaran Islam yang diturunkan melalui Muhammad yang berbangsa Arab dengan alam pemikiran yang dipengaruhi kebudayaan Helinesia dan Persi. Perbenturan membawa kegoncangan-kegoncangan dan kericuhan dalam beberapa bidang sebagai berikut.
a.    Bidang bahasa Arab
         Pada masa jahiliyah, ketika bangsa Arab belum bergaul luas dengan bangsa lain. Bahasa mereka masih murni sehingga bangsawan Quraisy yang ingin anak-anaknya fasih berbahasa Arab selalu mengirimkan anak-anak mereka ke dusun namun sesudah perluasan Islam keluar Jazirah Arab dan bangsa Arab bergaul luas dengan Persi, Mesir, Syam, maka berbaurlah bahasa-bahasa ini sehingga menimbulkan kekacauan dalam tata bahasa.[4]
b.   Bidang Akidah
         Di luar Jazirah Arab terdapat agama-agama Yahudi, Nasrani, Zoroaster, dan lain-lain yang akidahnya jauh berbeda dengan akidah Islam. Ditambah lagi agama Nasrani sangat dipengaruhi oleh filsafat Helinesia. Bertemunya akidah Islam dengan akidah-akidah lain di luar Islam menimbulkan benturan. Ini terlihat nanti dengan munculnya aliran-aliran, antara lain aliran Mujassimah yang meyakini bahwa Allah memiliki jisim seperti jisim (wujud fisik) manusia.
c.    Bidang Politik
         Politik Islam yang diajarkan Nabi adalah sistem “Musyawarah”. segala sesuatu berdasarkan musyawarah termasuk dalam pemilihan kepala negara. Di luar Jazirah Arab berlaku sistem “Monarki absolut” yaitu segala sesuatu dalam kekuasaan mutlak raja termasuk dalam penentuan calon pengganti raja. Itu menyebabkan umat Islam pecah menjadi beberapa firqah (Kelompok)[5].
         Dalam suasana yang demikian timbul suatu kelompok yang netral yang bersikap netral yang bersikap moderat dan toleran karena mempunyai tujuan untuk tetap menggalang solidaritas dan kesatuan umat. Untuk keperluan tersebut mereka meninggalkan politik dan menyibukkan diri dalam pendalaman ilmu terutama untuk mengkaji sunnah Nabi dan menggunakannya untuk memahami dan mendalami agama secara lebih luas. Di antara mereka adalah Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas. Kelompok ini karena pengalamannya dalam menghadapi berbagai golongan yang mempunyai pandangan yang berbeda akhirnya tumbuh semacam Kelompok yang mau menghargai pendapat orang lain sehingga akhirnya dianggap sebagai Kelompok yang banyak dianut oleh mayoritas umat.
         Di samping itu ketekunan mereka terhadap kajian as-Sunnah menyebabkan as-Sunnah mendapat perhatian umat dan pada akhirnya menyebabkan as-Sunnah menjadi terpelihara, usaha mereka sungguh merupakan usaha yang membekas bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam pada khususnya dan agama Islam pada umumnya karena as-Sunnah merupakan sumber agama Islam yang kedua sesudah Alquran. Usaha mereka merupakan rintisan bagi kajian baru dalam sejarah pemikiran secara rasional dalam bidang as-Sunnah.[6]
 
PENUTUP
Pada waktu Islam diturunkan, bangsa Arab dikenal dengan sebutan “Kaum Jahili”. bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaian lain. Hidup mereka mengikuti hawa nafsu, berpecah-pecah, saling berperang satu dengan yang lain karena sebab yang sepele, yang kuat menguasai yang lemah, wanita tidak ada harganya, berlakulah hukum rimba. Mengahadapi kenyataan itu Nabi Muhammad SAW di utus Allah dengan tujuan untuk memperbaiki akhlak, baik akhlak untuk berhubungan dengan Tuhan maupun sesama manusia. Dalam masalah ilmu pengetahuan perhatian Rasul (Muhammad SAW) sangat besar, di antaranya.
a.    Wahyu pertama yang diterima Rasul berbunyi bacalah. Perintah ini pada hakikatnya adalah pencanangan dan pemberantasan buta huruf, suatu tindakan awal yang membebaskan manusia dari ketidaktahuan.
b.   Bangsa Arab adalah bangsa yang kuat hafalannya. sedangkan hafalan merupakan salah satu alat untuk pengembangan ilmu.
c.    Nabi membuat tradisi baru yaitu mencatat dan menulis.
d.   Alquran merupakan sumber inti ilmu pengetahuan.

            Dengan usaha itu Rasul telah merintis peradaban Islam, dalam waktu 23 tahun Rasul telah mengubah bangsa Arab dari bangsa Jahiliyah menjadi bangsa yang berperadaban dengan jiwa yang Islami, bersatu, berakhlak mulia, dan berpengetahuan. Dengan bimbingan Nabi dan pengaruh Alquran telah lahir orang-orang pandai.   
Usaha pendidikan ini kemudian ditindaklanjuti oleh generasi berikutnya, pendidikan dan pengajaran terus tumbuh dan berkembang pada masa khulafaur Rasyidin.


Referensi         
Suwito, Dr. Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam di Indonesia, Kencana: Jakarta, 2005.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Kencana: Jakarta, 2003



[1] Slamet Iman Santoso, Pendidikan di Indonesia dari Masa ke Masa, (Jakarta: CV, Haji Mas Agung, 1987), hlm, 52.
[2] Ahmad Amin, Fajr al-Islam. (Kairo: Maktabah al-Nahdah, 1965), hlm, 141.
[3] Mustafa al-Shiba’I, Al-Sunnah w Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islam, (Beirut: al-dar al-qaumiyah, 1966)
[4] Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, (Kairo: Maktabah al-Nahdah), Jilid I, hlm 301.
[5] Ali Mustafa al-Gurabi, Tarikh al-Firaq al-Islamiyah, (Kairo: Mathba’ah Ali Shahib, 1959), hlm 9.
[6] Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm 16.