Selasa, 27 November 2012

Lembaga Pendidikan Dalam Islam Beserta Sejarahnya


(Susi Handayani)

A.      PENDAHULUAN
Pendidikan islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada tahap awal pendidikan Islam dimulai dari kontak pribadi maupun kolektif antara mubaligh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas muslim terbentuk di suatu daerah, maka mulailah mereka membangun masjid. Masjid difungsikan sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Masjid merupakan lembaga pendidikan islam yang pertama muncul di samping rumah tempat kediaman ulama atau mubaligh. Setelah itu muncullah lembaga-lembaga pendidikan islam lainnya seperti pesantren (Jawa), dayah (Aceh), surau(Sumatera Barat). Nama-nama tersebut walaupun berbeda, tetapi pada hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan agama. Perbedaan nama adalah dipengaruhi oleh perbedaan tempat.
Inti dari materi pendidikan pada masa awal tersebut adalah ilmu-ilmu agama yang dikonsentrasikan dengan membaca kitab-kitab klasik. Kitab-kitab klasik adalah menjadi ukuran bagi tinggi rendahnya ilmu agama seseorang. Pendidikan Islam yang sedeikian rupa amat kontras dengan pendidikan barat yang di bangun oleh pemerintah kolonial belanda yang mulai berdiri di Indonesia pada abad ketujuh belas. Pendidikan kolonial ini bersifat sekuler, tidak mengajarkan sama sekali ilmu agama di sekolah-sekolah pemerintah. Sama halnya dengan pendidikan Islam di kala itu tidak mengajarkan sama sekali ilmu-ilmu umum. Kenyataan ini membuat terpolanya pendidikan di Indonesia pada ketika ini dengan dua sistem yang paling kontras tersebut.   
               Dalam pembahasan sejarah pendidikan Islam di Indonesia akan ditemukan berbagai perkembagan di sekitar pendidikan Islam. Untuk mengetahui lebih jelas akan dipaparkan tentang masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia, peran pendidikan Islam di Indonesia dan Lembaga-lembaga pendidikan  Islam di Indonesia.
B.      PEMBAHASAN
1.   Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia
Masuknya Islam ke Indonesia agak unik bila dibandingkan dengan masuknya Islam ke daerah-daerah lain. Keunikannya terlihat kepada proses masuknya Islam ke Indonesia secara relatif berbeda dengan daerah lain. Islam masuk ke Indonesia secara damai dibawa oleh para pedagang dan mubaligh. Sedangkan Islam yang masuk ke daerah lain pada umumnya banyak lewat penaklukan, seperti masuknya Islam ke Irak, Iran (Parsi), Mesir, Afrika Utara sampai ke Andalusia.
Terdapat beberapa teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia, terutama berkenaan dengan waktu datangnya, negri asalnya, dan pembawanya. Sarjana Belanda kebanyakan berpendapat bahwa kedatangan Islam ke Nusantara berasal dari India.
Selain dari “Teori India” berkembang juga “Teori Arab” yang berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari Arab. Teori ini juga di dukung oleh sejumlah sarjana di antaranya Crawfurd, Niemann dn yang paling gigih mempertahankannya adalah Naquib Al Attas (Azra, 1994: 27-28).
Menurut beberapa sumber sejarah dijelaskan selat malaka sebagai rute perdagangan yang telah lama dikenal, sebagai salaha satu jalur perdagangan dari dunia Timur ke Barat di samping jalan darat. Penjelasan ini dapat dilihat dalam tulisan Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang dikutip dari tulisan W.P. Groeneveldt, Historical Notes on Indonesia & Malaya compiled from Chinese Sources.
Pada sekitar abad ke-7 dan 8, pada saat Kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaanny, Selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang-pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdasarkan berita Cina zaman Tang, pada abad-abad tersebut diduga bahwa masyarakat muslim telah ada, baik di Kanfu (Kanton) maupun di Sumatera (Poesponegoro, 1984,1).
Sejalan dengan penjelasan di atas bahwa di Medan pada tahun 1963, dan di Kuala Simpang Aceh pada tahun 1980, telah dilaksanakan seminar tentang masukya Islam di Indonesia. Kedua seminar tersebut sepakat bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah langsung dari Arab. Daerah yang mula-mula dimasuki oleh Islam adalah daerah pesisir Sumatera, sedangkan kerajaan Islam pertama yang berdiri adalah di Aceh.
Kedatangan Islam ke belahan Indonesia bagian Timur ke Maluku juga tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan, yang diperkirakan Islam masuk ke daerah ini pada abad keempat belas Masehi.
Di Kalimantan khususnya di daerah Banjarmasin proses Islamisasi di daerah ini terjadi kira-kira tahun 1550. Adapun di Sulawesi terutama di bagian sekatan telah didatangi oleh pedagang muslim pada abad ke-15 M.
Suatu hal yang dapat dikemukakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia tidak bersamaan, ada daerah-daerah yang telah dimasuki Islam, di samping ada daerah yang terbelakang dimasuki Islam. Berkenaan dengan ini telah disepakati bersama oleh sejarawan Islam bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di Sumatera sedangkan Islam masuk ke Jawa waktunya diduga kuat berdasarkan batu nisan kubur Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) tahun 475 H( 1082 M).
Terbentuknya masyarakat muslim di suatu tempat adalah melalui proses yang panjang, yang dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim sebagai hasil dari upaya para da’i. masyarakt muslim tersebut selanjutnya menumbuhkan kerajaan Islam, tercatatlah sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti Kerajaan Perlak, Pasai, Aceh Darussalam, Banten, Demak, Mataram dan lain sebagainya. Tumbuhnya pusat-pusat kekuasaan Islam di Nusantara jelas sangat berpengaruh sekali bagi proses Islamisasi di Indonesia. Kekuatan politik digabungkan dengan semangat para mubaligh untuk mengajarkan Islam merupakan dua sayap kembar yang mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia.

2.   Peranan Pendidikan Islam
Ada beberapa saluran proses islamisasi di Indonesia yaitu perdagangan, perkawinan, kesenian, sufisme, dan pendidikan. Namun dalam hal ini, akan membahas dalam peranan pendidikannya.
Berbicara tentang pendidikan tentu sebaiknya dimulai dari membicarakan apa sebetulnya esensi pendidikan tersebut. Di pandang dari sudut definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan, dapat disimpulkan bahwa hakikat pendidikan itu adalah proses pembentukan manusiake arah yang dicita-citakan. Dengan demikian, pendidikan islam merupakan proses pembentukan manusia sesuai dengan tuntunan Islam.
Dalam teori pendidikan dikemukakan paling tidak ada tiga hal yang ditransferkan dari si pendidik kepada si terdidik, yaitu transfer ilmu, transfer nilai, dan transfer perbuatan. Di dalam proses pentransferan inilah berlangsungnya pendidikan.
Disebabkan itulah proses pendidikan itu bisa berlangsung secara formal, nonformal, dan informal. Bila pendidikan itu diatur, dilaksanakan dengan peraturan-peraturan yang ketat seperti lamanya belajar, mata pelajaran, waktu, tingkatan, umur, pendidik, sertifikat, dan lain sebaginya hal yang seperti ini dapatlah disebutkan sebagai pendidikan nonformal. Selain itu proses pendidikan yang tidak diatur sedemikian rincinya, seperti disebutkan terdahulu, hal ini dapat disebut sebagai pendidikan nonformal. Lalu ada pula jenis pendidikan yang lebih memberikan kepada proses pergaulan yang mendalam yang bersifat mempribadi antara si pendidik dengan si terdidik, seperti hubungan orang tua dengan anaknya di rumah. Pada saat tertentu si orang tua, tanpa sengaja dan dirancang menumbuhkan nilai-nilai (Values) kepada anaknya, hal yang seperti ini digolongkan kepada pendidikan informal.
Berdasarkan ungkapan di atas, dapat dimaklumi betapa luasnya ruang lingkup pendidikan, sehingga setiap perbuatan yang pada intinya pentransferan ilmu, nilai aktifitas, dan keterampilan dapat disebut dengan pendidikan. Karena itu dapat dipastikan pendidikan islam telah berlangsung di Indonesia sejak mubaligh pertama melakukan kegiatannya dalam rangka menyampaikan keislaman baik dalam bentuk pentransferan pengetahuan, nilai, dan aktivitas maupun dalam pembentukan sikap. Pendidikan islam di Indonesia ini telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia, oleh karena itu pendidikan Islam di Indonesia telah memainkan peranannya dalam proses islamisasi di Indonesia. 
Peranan kerajaan-kerajaan Islam dalam mendorong berkembangnya pemikiran Islam dapat diambil sampelnya kerajaan Islam di Sumatera, yaitu Aceh dan kerajaan Islam di Jawa yaitu Mataram.
Peranan kerajaan Islam di Aceh dalam bidang pendidikan dapat dilihat dalam tulisan Hasjmy “Kebudayaan Aceh Dalam Sejarah”. Beliau mengemukakan di antara lembaga-lembaga Negara yang tersebar dalam Qanun Meukuta Alam ada tiga lembaga yang bidang tugasnya meliputi masalah pendidikan dan ilmu pengetahuan, yaitu: (1) balai setia hukuma, (2) balai setia Ulama, (3) balai jamaah himpunan ulama.
Kerajaan-kerajaan Islam lainnya, yang juga banyak menaruh perhatian terhadap pendidikan Islam, adalah Mataram. Pada zaman pemerintahan Sultan Agung, kehidupan keagamaan mengalami kemajuan pesat, upaya-upaya Sultan Agung memajukan agama sukup baik, hal ini dpat dilihat drai usaha memakmurkan masjid, yaitu dengan cara mendirikan masjid raya (Masjid agung) di setiap kabupaten. Kemudian, dalam bidang kebudayaan upaya yang dilakkan oleh Sultan Agung adalah mensenyawakan unsur-unsur budaya lama dengan Islam. Selanjutnya dalam bidang pendidikan Islam, perhatian Sultan Agung cukup besar. Pada zaman itu telah dibagi tingkatan-tingkatan pesantren, yaitu:
·     Tingkatan pengajian Alquran
·     Tingkatan pengajian kitab
·     Tingakatan pesantren besar
·     Pondok pesantren tingkat keahlian (takhassus)

3.   Lembaga-lembaga Pendidikan Islam
Pada tahap pendidikan Islam berlangsung secara informal. Para mubaligh banyak memberikan contoh teladan dalam sikap hidup mereka sehari-hari. Para mubaligh itu menunjukkan akhlakul karimah, sehingga masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk agama Islam dan mencontoh perilaku mereka.
Lewat pergaulan antar para mubaligh dengan masyarakt sekitar dan juga kadang lewat perkawinan antara pedagang muslim atau mubaligh dengan masyarakat sekitar terbentuklah masyarakat muslim. Masyarakat muslim inilah merupakan cikal bakal tumbuh dan berkembangnya kerajaan Islam. Setelah masyarakat muslim di suatu daerah terbentuk, maka yang menjadi perhatian mereka untuk pertama sekali adalah mendirikan rumah Ibadat ( masjid, langgar, atau musholah).
 Di dalam sejarah Islam sejak zaman Nabi Muhammad telah difungsikan rumah ibadah tersebut sebagai tempat pendidikan. Rasul menjadikan Masjid Nabawi untuk berlangsungnya proses pendidikan di dalamnya. Perbuatan beliau itu ditiru oleh khalifah-khalifah sesudah beliau, baik hanya khulafaur Rasyidin maupun khalifah-khalifah Bani Umaiyyah, Abbasyiah, Fathimiyah, Usmaniah, dan lain sebagainya. Dengan demikian masjid berfungsi sebagai tempat pendidikan merupakan suatu keharusan di kalangan masyarakat muslim.
Tentu saja setelah terbentuknya masyarakat muslim pada daerah tertentu di Indonesia, dapat dipastikan bahwa mereka membangun masjid, dan dengan adanya masjid tersebut dapat dipastikan bahwa mereka menggunakannya untuk melaksanakan proses pendidikan Islam di dalamnya, dan sejak saat itu pula mulai berlangsugnya pendidikan nonformal.
Berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang pendidikan dapat dilihat bahwa posisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional meliputi: pendidikan Islam sebagai mata pelajaran, pendidikan Islam sebagai lembaga, pendidikan Islam sebagai Nilai.
Pendidikan Islam sebagai mata pelajaran adalah diberikan mata pelajaran Islam di sekolah-sekolah mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan Islam sebagai lembaga adalah diakuinya keberadaan pendidikan Islam sebagai lembaga formal, nonformal, dan informal.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 2 Tahun 1898) yang kemudian dilengkapi dengan beberapa peraturan pemerintah, dan diperkuat pula dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003, Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional jelas bahwa pendidikan di Indonesia telah diatur oleh satu peraturan yang telh disepakati.
Pendidikan Islam yang dimaknai sebagai mata pelajaran dan lembaga telah mendapat kedudukan dalam sistem pendidikan nasional. Bab-bab dan pasal-pasal yang tercantum dalam PP 28, 29 Tahun 1990, serta PP 72, 73 Tahun 1991, PP 38, 39 Tahun 1992, PP 60 Tahun1991, PP Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 12, 17, 18, 20, 26, 27, 28, dan Pasal 30 telah menggambarkan betapa pendidikan Islam telah duduk dalam sistem pendidikan nasional, dengan demikian kedudukannya adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari sitem pendidikan nasional.
Ada beberapa lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
a.        Masjid dan langgar
Masjid fungsi utamanya adalah untuk tempat shalat lima waktu, shlat jum’at dan dua kali setahun dilaksanakan shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha sedangkan langgar, bentuknya lebih kecil dari masjid dan digunakan hanya untuk tempat shalat lima waktu. Selain itu masjid dan langgar difungsikan untuk tempat pendidikan. Di tempat ini dilakukan pendidikan untuk orang dewasa maupun anak-anak.
b.       Pesantren
Pesantren berasal dari kata “Santri”, dengan awalan pe- dan akhiran –an yang berari tempat tinggal santri (Dhofier, 1984:18). Pesantren berkembang dari bentuk tradisional (salafi) berkembang kepada pesantren modern (khalafi), sehingga pesantren bentuk kedua ini sekarang berkembang hampir di seluruh Indonesia. Kemodernan dapat dilihat dari tiga segi. Pertama, mata pelajaran telah seimbang antara materi ilmu-ilmu agama dengan materi ilmu-ilmu umum. Kedua, metode pengajaran telah bervariasi, tidak lagi semata-mata hanya memakai metode sorogan, wetonan, dan hafalan. Ketiga, dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan.
Dengan demikian, inti pokok dari suatu pesantren adalah pusat pengkajian ilmu-ilmu keagamaan Islam, seperti fikih, tauhid, tafsir, bahasa Arab, dan lain sebagainya. Ilmu-ilmu yang diajarkan itu terbatas dalam ruang lingkup ilmu-ilmu agama, sebagai perbedaan dengan ilmu-ilmu yang digolongkan kepada ilmu-ilmu umum.
c.        Sekolah
WJS. Perwadarminto dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menerangkan arti sekolah di antaranya: (a) bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran, (b) waktu atau pertemuan ketika murid-murid diberi pelajaran, (c) usaha menuntut kepandaian (ilmu pengetahuan). Sekolah menitikberatkan kepada pendidikan formal karena di sekolah prosedur pendidikan telah diatur sedemikian rupa. Sekolah merupakan jembatan bagi anak untuk menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan masyarakat.
Sekolah pada zaman kolonial Belanda di lembaga ini tidak di didik mata pelajaran agama, setelah Indonesia merdeka diaturlah kerja sama antara Departemen Agama dengan Departemen Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (sekarang bernama Departemen Pendidikan Nasional) untuk memasukakan mata pelajaran ke sekolah-sekolah mulai tingkat sekolah dasar samapi perguruan tinggi. Pada tahap awal pendidikan agama di sekolah tersebut terkesan seolah-olah kurang penting. Namun, setelah dikeluarkan Tap MPRS Tahun 1966 No XXVII/MPRS/1966 dan setelah diberlakukan UU No. 2 Tahun 1989 Dan Peraturan Pemerintah No. 28  dan 29, tahun 1990, begitu juga lebih dipertegas dan diperkuat lagi kedudukan pendidikan agama itu pada Undang-Undang dan peraturan tersebut menggambarkan betapa pendidikan agama di sekolah memiliki kedudukan yang amat penting.
d.       Madrasah
Madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah tempat belajar (Ibrahim Anis, 1972:280). Madrasah di tanah Arab ditujukan untuk semua sekolah secara umum, akan tetapi di Indonesia ditujukan untuk sekolah-sekolah yang mempelajari ajaran-ajaran Islam. Madrasa pada prinsipnya adalah kelanjutan dari sistem pesantren.
Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh setelah masjid. Salah satu faktor yang menyebabkan tumbuhnya madrasah adalah kerna masjid-masjid telah penuh dengan tempat-tempat belajar dan hal ini mengganggu aktivitas pelaksanaan ibadah shalat. Selain itu pengetahuan pun telah banyak berkembang disebabkan perubahan zaman dan kemajuan peradaban manusia.
Selain keempat lembaga tersebut masih ada lembaga-lembaga pendidikan Islam yaitu sekolah-sekolah Dinas, Pendidikan Tinggi Islam, Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Universitas Islam Negeri (UIN), Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS), Pendidikan Islam Nonformal.

C.       PENUTUP
Dari pemaparan tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya masuknya Islam ke Indonesia tidak bersamaan, ada daerah-daerah yang telah dimasuki Islam, di samping ada daerah yang terbelakang dimasuki Islam. Berkenaan dengan ini telah disepakati bersama oleh sejarawan Islam bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di Sumatera sedangkan Islam masuk ke Jawa waktunya diduga kuat berdasarkan batu nisan kubur Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) tahun 475 H( 1082 M). lalu terbentuknya masyarakat muslim di suatu tempat adalah melalui proses yang panjang, yang dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim sebagai hasil dari upaya para da’i. masyarakt muslim tersebut.
Pendidikan islam telah berlangsung di Indonesia sejak mubaligh pertama melakukan kegiatannya dalam rangka menyampaikan keislaman baik dalam bentuk pentransferan pengetahuan, nilai, dan aktivitas maupun dalam pembentukan sikap. Pendidikan islam di Indonesia ini telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia, oleh karena itu pendidikan Islam di Indonesia telah memainkan peranannya dalam proses islamisasi di Indonesia. Selain itu, Pendidikan Islam sebagai lembaga adalah diakuinya keberadaan pendidikan Islam sebagai lembaga formal, nonformal, dan informal.

Referensi
Putra Daulay, Haidar, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Kencana: Jakarta, 2007.

Tujuan Pendidikan Islam


(Susi Handayani)

Ilmu pendidikan Islam,baik secara teori maupun praktik, berusaha merealisasikan misi ajaran Islam ke dalam jiwa umat manusia, mendorong penganutnya untuk mewujudkan nilai-nilai Alquran dan Al-Sunnah, mendorong pemeluknya untuk menciptakan pola kemajuan hidup yang dapat menyejahterakan pribadi dan masyarakat, meningkatkan derajat dan martabat manusia, dan seterusnya.[1]
Ilmu pendidikan Islam bertujuan memberikan penjelasan teoritis tentang tujuan pendidikan yang harus dicapai, landasan teori, cara, metode dalam mendidik, dan seterusnya.[2]
Tujuan Ilmu Pendidikan Islam lebih lanjut dapat dikemukakan sebagai berikut:
Pertama, melakukan pembuktian terhadap teori-teori kependidikan Islam yang merangkum aspirasi atau cita-cita islam yang harus diikhtiarkan agar menjadi kenyataan.
Kedua, memberikan bahan-bahan informasi tentang pelaksanaan pendidikan dalam segala aspeknya bagi pengembangan ilmu pendidikan islam tersebut. Ia memberikan bahan masukan yang berharga kepada ilmu ini.
Ketiga, menjadi korektor terhadap kekurangan teori-teori yang dipegangi oleh ilmu pendidikan Islam sehingga antara teori dan praktik semakin dekat dan hubungan antara keduanya bersifat interaktif (saling memengaruhi).[3]
Melalui berbagai pendapat tersebut di atas, diketahui dengan jelas bahwa Ilmu pendidikan Islam memiliki tujuan yang mendasar dan strategis. Dikatakan mendasar karena melalui ilmu pendidikan Islam dapat ditemukan teori, konsep, dan prinsip-prinsip yang dapat digunakan yang dapat digunakan dalam merumuskan berbagai komponen pendidikan: visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar-mengajar dan seterusnya.
Kemudian dikatakan strategis karena dengan ilmu pendidikan Islam, proses pendidikan akan berjalan secara sistematis dan efektif dalam rangka menghasilkan lulusan pendidikan yang bermutu dalam segala aspeknya: pengetahuan, wawasan, keterampilan, mental spiritual, akhlak, dan kepribadiannya. Keterbelakangan pendidikan Islam yang umumnya terjadi saat ini, antara lain karena kegiatan pendidikan yang umumnya berlangsung di masyarakat masih dilaksanakan secara konvensional, hanya bermodalkan niat dan semangat, tetapi tidak didukung dengan teori dan konsep yang mapan dan telah terbukti efektivitasnya. 
    
Referensi
Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, Rajawali Pers: Jakarta, 2009.


[1]H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), cet. 1, hlm.3-4.
[2]Ahamd Tafsir, Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam (Pandangan Empiric), dalam ahmad tafsir (ed.), epistemologi untuk ilmu pendidikan islam, (Bandung: Fakulatas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, 1995), hlm. 7.
[3] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996), cet. 1, hlm. 14.