Pendidikan
Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa
pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah ahli ilmu
pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam kondisi aman,
tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam pada saat itu diwarnai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Pendidikan pada masa ini memiliki tujuan
keagamaan dan ahlak, tujuan kemasyarakatan, cinta ilmu pengetahuan dan tujuan
kebendaan.
Pada
masa kejayaan ini ditandai dengan berkembangnya berbagai lembaga pendidikan,
baik formal yaitu berupa madrasah (sekolah) dan nonformal yang berupa kutab,
pendidikan di istana, toko-toko buku, rumah-rumah ulama, majelis kesusasteraan,
badiah, rumah sakit, perpustakan, dan ribath.
Keadaan
demikian berlangsung, sampai suatu saat terjadi kemunduran kaum muslimin
setelah jatuhnya kota Baghdad yang diserang oleh Tar-Tar (Hulako) tahun 658 H. Hulako
memerintahkan supaya khalifah Abbasiyah, ulama-ulama, dan pembesar-pembesar di
bunuh. Oleh tentara Hulako diadakan pembunuhan besar-besaran selama 40 hari
lamanya. Keluarga khalifah, ulama, dan pembesar-pembesar habis terbunuh, yang
tertinggal hanya anak-anak bayi yang dijadikan tawanan dan budak dan
orang-orang yang dapat melarikan diri. Kitab-kitab dan buku-buku dalam
perpustakaan dibakar habis dan kulitnya dijadikan sepatu tentara. Dengan
demikian, berakhirlah sejarah khalifah di kota Baghdad, sehingga kota itu
menjadi sunyi senyap, tidak ubahnya seperti negeri yang dikalahkan garuda dan
merupakan masa semakin memudarnya mercusuar kebudayaan Islam.
Menurut
ensiklopedia Indonesia, lembaga pendidikan yaitu suatu wadah pendidikan yang
dikelola demi mencapai hasil pendidikan yang diinginkan. Badan pendidikan
sesungguhnya termasuk pula dalam alat-alat pendidikan, jadi badan/ lembaga
pendidikan yaitu organisasi atau kelompok manusia yang karena sesuatu dan lain
hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan agar proses pendidikan
dapat berjalan dengan wajar. Secara terminologi lembaga pendidikan Islam adalah
suatu wadah, atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam, lembaga
pendidikan itu mengandung konkirit berupa sarana dan prasarana dan juga
pengertian yang abstrak, dengan adanya norma- norma dan peraturan- peraturan
tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri.
Jadi,
Lembaga pendidikan Islam merupakan institusi, badan, yayasan yang dibentuk
untuk keperluan pendidikan dan sarana untuk menenamkan nilai-nilai agama Islam.
Adapun
Lembaga Pendidikan Islam adalah
sebagai berikut:
1. Shuffah.
Pada
masa Rasulullah Saw. Shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk
aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang
baru dan mereka yang tergolong miskin. Di sini para siswa diajarkan membaca dan
menghafal Alquran secara benar dan hokum islam di bawah bimbingan langsung dari
Nabi. Pada masa itu setidaknya sudah adas embilan shuffah yang tersebar di kota
Madinah. Salah ssatunya berlokasi di samping Masjid Nabawi. Rasulullah Saw.
Mengangkat Ubaid ibn Al- Samit sebagai guru pada sekolah shuffah di Madinah.
Dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran
dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi, dan ilmu fonetik.
2. Kuttab/Maktab
Kuttab/Maktab
berasar dari kata kata dasar yang sama, yaitu ketaba yang artinya menulis.
Sedangkan kuttab/maktab berarti tempat di mana dilangsungkan kegiatan
tulis-menulis. Kebanyakan para ahli sejarah pendidikan Islam sepakat bahwa
keduanya merupakan istilah yang sama, dalam arti lembaga pendidikan Islam
tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meningkat pada
pengajaran Alquran dan pengetahuan agama tingkat dasar. Nmaun Abdullah Fajar
membedakannya, ia mengatakan bahwa maktab adalah istilah untuk zaman klasik,
sedangkan kuttab adalah istilah untuk zaman modern.
Sejak
abad ke-8 M, kuttab mulai mengajarkan pengetahuan umum di samping ilmu agama.
Hal ini terjadi akibat adanya persentuhan antara Islam dengan warisan budaya
Helenisme sehingga membawa perubahan, yang tadinya kuttab adalah lembaga
pendidikan tertutup sekarang menjadi lembaga pendidikan yang terbuka terhadap
pengetahuan umum, termasuk filsafat.
Mengenai
waktu belajar di kuttab, Mahmud Yaunus menyebutkan dimulai hari Sabtu pagi
hingga Kamis siang dengan waktu sebagai berikut:
1 1. Alquran : Pagi s.d. Dhuha
2 Menulis : Dhuha s.d. Zuhur
3 3. Gramatikal
Arab, Matematika, sejarah : Ba’da
Zuhur s.d. Siang
3. Halaqah
Halaqah artinya
lingkaran. Artinya, proses belajar mengajar di sini dilaksanakan di mana
murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk di lantai
menerangkan , membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya
pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di masjid atau di
rumah-rumah. Kegiatan di halaqah ini tidak khusus untuk mengajarkan atau
mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.
Oleh karena itu, halaqah ini
dikelompokkan ke dalam lembaga pendidikan yang terbuka terhadap ilmu
pengetahuan umum. Dilihat dari segi ini Halaqah dikategorikan ke dalam lembaga
pendidikan tingkat lanjutan yang setingkat dengan college.
4. Majlis
Istilah
majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama Islam. Mulanya ia
merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanaan belajar mengajar. Pada perkembangan
berikutnya di saat dunia pendidikan Islam mengalami zaman keemasan, majlis
berarti sesi di mana aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung. Dan
belakangan majlis diartikan sebagai sejumlah aktivitas pengajaran, sebagai
contoh, majlis Al-Nabi, artinya majlis yang dilaksanakan oleh nabi, atau majlis
Al-Syafi’i artinya majlis yang mengajarkan fiqih imam Syafi’i. Seiring dengan
perkembangan pengetahuan dalam Islam, majlis digunakan sebagai kegiatan
transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis banyak ragamnya.
5. Masjid
Sejak
berdirinya di zaman Nabi Saw. Masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi
sebagai masalah kaum Muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial
ekonomi. Sebagai lembaga pendidikan
masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagai sarana informasi dan
penyampaian doktrin ajaran Islam. Perkembangan masji sangat signifikan dengan
perkembangan yang terjadi di masyarakat. Hal ini yang menyebabkan karakteristik
mesjid berkembang menjadi dua bentuk, yaitu masjid tempat shalat jumat atau jami’ dan masjid biasa. Pad abad ke-11
M, di Baghdad hanya ada 6 jami’, sedangkan masjid jumlahnya mencapai ratusan. Demikian juga di
Damaskus, sedikit sekali jumlah jami’ daripada masjid. Namun, di Cairo jumlah
jami’ cukup banyak.
Ada perbedaan penting
antara jami’ dengan masjid. Jami’ dikelola dan di bawah otoritas penguasa atau
khalifah. Sementara masjid tidak berhubungan dengan kekuasaan. Namun demikian,
baik jami’ maupun masjid termasuk lembaga pendidikan setingkat college.
Kurikulum pendidikan di
masjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah utnk memperoleh pejabat-pejabat
pemerintah, seperti qodhi, khotib, dan imam masjid. Melihat keterkaitan antara
masjid dan kekuasaan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa masjid merupakan
lembaga pendidikan formal.
6. Khan
Khan
biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah besar atau
sebagai sarana komersial yang memiliki banyak took, seperti khan al- Narsi yang
berlokasi di alun-alun Karkh di Baghdad. Selain itu, khan juga berfungsi sebagai
asrama untuk murid-murid dari luar kota yang hendak belajar hokum Islam di
suatu masjid, seperti khan yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad ibn Di’lij pada
akhir abad ke-10 M di Suwaiqat Ghalib dekat maqam Suraij. Di samping fungsi di
atas khan juga digunakan sebagai sarana untuk privat.
7. Ribath
Ribath
adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan
duniawi dan mengkonsentrasikan diri untuk semata-mata ibadaha. Juga memberikan
perhatian terhadap kegiatan keilmuan yang dipimpin oleh seorang syaikh yang
terkenal dengan ilmu dan kesalehannya.
8. Rumah-rumah
ulama
Para
ulama di zaman klasik banyak yang mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk
kegiatan belajar mengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini umumnya
disebabkan karena ulama yang bersangkutan tidak memungkinkan memberikan
pelajaran di masjid, sedangkan para pelajar banyak yang berniat untuk
mempelajari ilmu darinya. Setidaknya itulah yang dilakukan Al-Ghazali ketika ia
memilih kehidupan sufi, demikian juga Ali ibn Muhammad Al-Fasihi ketika ia
dipecat dari Madrasah Nizhamiyah karena dituduh syi’ah dan juga Ya’qub ibn
Killis.
9. Toko-toko
Buku dan Perpustakaan
Toko-toko
buku memiliki peranan penting dalam kegiatan keilmuan Islam. Pada awalnya
memang hanya menjual buku-buku, tapi berikutnya menjadi sarana untuk berdiskusi
dan berdebat, bahkan pertemuan rutin sering dirancang dan dilaksanakan di situ.
Selain
itu, perpustakaan juga memiliki peranan penting dalam kegiatan transmisi
keilmuan Islam. Penguasa-penguasa biasanya mendirikan perpustakaan umum,
sedangkan perpustakaan pribadi biasanya dibangun oleh orang-orang kaya saja
atau di istana raja-raja.
Seorang pelopor pendiri
perpustakaan adalah khalifah Al-Ma’mun dari dinasti Abbasiyah.
10. Rumah Sakit
Rumah
sakit pada zaman klasik bukan saja berfungsi sebagai tempat merawat dan
mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang
berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Pada masa itu, penelitian dan
percobaan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan juga dilaksanakan sehingga
ilmu kedokteran dan obat-obatan berkembang cuku pesat.
Rumah sakit juga
merupakan tempat praktikum sekolah kedokteran yang didirikan di luar rumah
sakit, tetapi ada juga sekolah kedokteran yang bersatu dengan rumah sakit .
Dengan demikian rumah sakit berfungsi juga sebagai lembaga pendidikan.
11. Badiah
(Padang Pasir, Dusun tempat tinggal Badwi)
Badiah
merupakan sumber bahasa Arab yang asli dan murni. Oleh karena itu, badiah-badiah
menjadi pusat untuk pelajaran bahasa Arab yang asli dan murni. Sehingga banyak
anak-anak khalifah, ulama-ulama dan para ahli ilmu pengetahuan pergi ke
badiah-badiah dalam rangka mempelajari ilmu bahasa dan kesusastraan Arab.
Dengan begitu, badiah-badiah lebih berfungsi sebagai lembaga pendidikan.
12. Madrasah
Madrasah
merupakan isim makan dari fi’il madhi dari darasa, mengandung arti tempat atau
wahana untuk mengenyam proses pembelajaran. Dengan demikian, secara teknis
madrasah menggambarkan proses pembelajaran secara formal. Menurut Stanton,
madrasah yang pertama kali didirikan adalah Madrasah Wazir Nizhamiyah pada 1064
M, madrasah ini dikenal dengan sebutan Madrasah Nizhamiyah. Namun penelitian
lebih akhir, misalnya yang dilakukan oleh Richard Bulliet mengungkapkan
eksistensi madrasah-madrasah lebih tua berada di kawasan Nisyapur Iran. Pada
sekitar tahun 400 H/1009 M terdapat Madrasah Al-Baihaqiyah yang didirikan oleh
Abu Hasan ‘Ali Al-Baihaqi (414 H/ 1023 M). Bulliet bahkan lebih jauh menyebutkan
ada 39 madrasah di wilayah Persia yang berkembang dua abad sebelum Madrasah
Nizhamiyah. Yangtertua adalah Madrasaha Niandahiya yang didirikan Abi Ishaq
IbrahiNm ibn Mahmud di Nisyapur. Selanjutnya, Abdul Al-‘Al mengemukakan, pada
masa Sultan Mahmud Ghaznawi Sa’idiyah (berkuasa 388-421 H/ 998-1030 M) juga
terdapat Madrasah Sa’idiyah.
Referensi:
Nata, Abuddin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.