Minggu, 02 Desember 2012

Sejarah Singkat Pendidikan Islam dan Lembaga Pendidikan Islam

       (TIKA)
Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam pada saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Pendidikan pada masa ini memiliki tujuan keagamaan dan ahlak, tujuan kemasyarakatan, cinta ilmu pengetahuan dan tujuan kebendaan.
Pada masa kejayaan ini ditandai dengan berkembangnya berbagai lembaga pendidikan, baik formal yaitu berupa madrasah (sekolah) dan nonformal yang berupa kutab, pendidikan di istana, toko-toko buku, rumah-rumah ulama, majelis kesusasteraan, badiah, rumah sakit, perpustakan, dan ribath.
Keadaan demikian berlangsung, sampai suatu saat terjadi kemunduran kaum muslimin setelah jatuhnya kota Baghdad yang diserang oleh Tar-Tar (Hulako) tahun 658 H. Hulako memerintahkan supaya khalifah Abbasiyah, ulama-ulama, dan pembesar-pembesar di bunuh. Oleh tentara Hulako diadakan pembunuhan besar-besaran selama 40 hari lamanya. Keluarga khalifah, ulama, dan pembesar-pembesar habis terbunuh, yang tertinggal hanya anak-anak bayi yang dijadikan tawanan dan budak dan orang-orang yang dapat melarikan diri. Kitab-kitab dan buku-buku dalam perpustakaan dibakar habis dan kulitnya dijadikan sepatu tentara. Dengan demikian, berakhirlah sejarah khalifah di kota Baghdad, sehingga kota itu menjadi sunyi senyap, tidak ubahnya seperti negeri yang dikalahkan garuda dan merupakan masa semakin memudarnya mercusuar kebudayaan Islam.
Menurut ensiklopedia Indonesia, lembaga pendidikan yaitu suatu wadah pendidikan yang dikelola demi mencapai hasil pendidikan yang diinginkan. Badan pendidikan sesungguhnya termasuk pula dalam alat-alat pendidikan, jadi badan/ lembaga pendidikan yaitu organisasi atau kelompok manusia yang karena sesuatu dan lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan agar proses pendidikan dapat berjalan dengan wajar. Secara terminologi lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah, atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam, lembaga pendidikan itu mengandung konkirit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma- norma dan peraturan- peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri.
Jadi, Lembaga pendidikan Islam merupakan institusi, badan, yayasan yang dibentuk untuk keperluan pendidikan dan sarana untuk menenamkan nilai-nilai agama Islam.
Adapun Lembaga Pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1.     Shuffah.
Pada masa Rasulullah Saw. Shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin. Di sini para siswa diajarkan membaca dan menghafal Alquran secara benar dan hokum islam di bawah bimbingan langsung dari Nabi. Pada masa itu setidaknya sudah adas embilan shuffah yang tersebar di kota Madinah. Salah ssatunya berlokasi di samping Masjid Nabawi. Rasulullah Saw. Mengangkat Ubaid ibn Al- Samit sebagai guru pada sekolah shuffah di Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi, dan ilmu fonetik.
2.     Kuttab/Maktab
Kuttab/Maktab berasar dari kata kata dasar yang sama, yaitu ketaba yang artinya menulis. Sedangkan kuttab/maktab berarti tempat di mana dilangsungkan kegiatan tulis-menulis. Kebanyakan para ahli sejarah pendidikan Islam sepakat bahwa keduanya merupakan istilah yang sama, dalam arti lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meningkat pada pengajaran Alquran dan pengetahuan agama tingkat dasar. Nmaun Abdullah Fajar membedakannya, ia mengatakan bahwa maktab adalah istilah untuk zaman klasik, sedangkan kuttab adalah istilah untuk zaman modern.
Sejak abad ke-8 M, kuttab mulai mengajarkan pengetahuan umum di samping ilmu agama. Hal ini terjadi akibat adanya persentuhan antara Islam dengan warisan budaya Helenisme sehingga membawa perubahan, yang tadinya kuttab adalah lembaga pendidikan tertutup sekarang menjadi lembaga pendidikan yang terbuka terhadap pengetahuan umum, termasuk filsafat.
Mengenai waktu belajar di kuttab, Mahmud Yaunus menyebutkan dimulai hari Sabtu pagi hingga Kamis siang dengan waktu sebagai berikut:
1          1.     Alquran                       : Pagi s.d. Dhuha
               2         Menulis                       : Dhuha s.d. Zuhur
3           3.  Gramatikal Arab, Matematika, sejarah         : Ba’da Zuhur s.d. Siang

3.     Halaqah
Halaqah artinya lingkaran. Artinya, proses belajar mengajar di sini dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk di lantai menerangkan , membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di masjid atau di rumah-rumah. Kegiatan di halaqah ini tidak khusus untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat. Oleh karena itu, halaqah ini  dikelompokkan ke dalam lembaga pendidikan yang terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum. Dilihat dari segi ini Halaqah dikategorikan ke dalam lembaga pendidikan tingkat lanjutan yang setingkat dengan college.
4.     Majlis
Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama Islam. Mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanaan belajar mengajar. Pada perkembangan berikutnya di saat dunia pendidikan Islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi di mana aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung. Dan belakangan majlis diartikan sebagai sejumlah aktivitas pengajaran, sebagai contoh, majlis Al-Nabi, artinya majlis yang dilaksanakan oleh nabi, atau majlis Al-Syafi’i artinya majlis yang mengajarkan fiqih imam Syafi’i. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam Islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis banyak ragamnya.
5.     Masjid
Sejak berdirinya di zaman Nabi Saw. Masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi sebagai masalah kaum Muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi.  Sebagai lembaga pendidikan masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagai sarana informasi dan penyampaian doktrin ajaran Islam. Perkembangan masji sangat signifikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Hal ini yang menyebabkan karakteristik mesjid berkembang menjadi dua bentuk, yaitu masjid tempat shalat jumat atau jami’ dan masjid biasa. Pad abad ke-11 M, di Baghdad hanya ada 6 jami’, sedangkan masjid  jumlahnya mencapai ratusan. Demikian juga di Damaskus, sedikit sekali jumlah jami’ daripada masjid. Namun, di Cairo jumlah jami’ cukup banyak.
Ada perbedaan penting antara jami’ dengan masjid. Jami’ dikelola dan di bawah otoritas penguasa atau khalifah. Sementara masjid tidak berhubungan dengan kekuasaan. Namun demikian, baik jami’ maupun masjid termasuk lembaga pendidikan setingkat college.
Kurikulum pendidikan di masjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah utnk memperoleh pejabat-pejabat pemerintah, seperti qodhi, khotib, dan imam masjid. Melihat keterkaitan antara masjid dan kekuasaan dalam hal ini dapat dikatakan bahwa masjid merupakan lembaga pendidikan formal.
6.     Khan
Khan biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah besar atau sebagai sarana komersial yang memiliki banyak took, seperti khan al- Narsi yang berlokasi di alun-alun Karkh di Baghdad. Selain itu, khan juga berfungsi sebagai asrama untuk murid-murid dari luar kota yang hendak belajar hokum Islam di suatu masjid, seperti khan yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad ibn Di’lij pada akhir abad ke-10 M di Suwaiqat Ghalib dekat maqam Suraij. Di samping fungsi di atas khan juga digunakan sebagai sarana untuk privat.
7.     Ribath
Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan mengkonsentrasikan diri untuk semata-mata ibadaha. Juga memberikan perhatian terhadap kegiatan keilmuan yang dipimpin oleh seorang syaikh yang terkenal dengan ilmu dan kesalehannya.
8.     Rumah-rumah ulama
Para ulama di zaman klasik banyak yang mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk kegiatan belajar mengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini umumnya disebabkan karena ulama yang bersangkutan tidak memungkinkan memberikan pelajaran di masjid, sedangkan para pelajar banyak yang berniat untuk mempelajari ilmu darinya. Setidaknya itulah yang dilakukan Al-Ghazali ketika ia memilih kehidupan sufi, demikian juga Ali ibn Muhammad Al-Fasihi ketika ia dipecat dari Madrasah Nizhamiyah karena dituduh syi’ah dan juga Ya’qub ibn Killis.
9.     Toko-toko Buku dan Perpustakaan
Toko-toko buku memiliki peranan penting dalam kegiatan keilmuan Islam. Pada awalnya memang hanya menjual buku-buku, tapi berikutnya menjadi sarana untuk berdiskusi dan berdebat, bahkan pertemuan rutin sering dirancang dan dilaksanakan di situ.
Selain itu, perpustakaan juga memiliki peranan penting dalam kegiatan transmisi keilmuan Islam. Penguasa-penguasa biasanya mendirikan perpustakaan umum, sedangkan perpustakaan pribadi biasanya dibangun oleh orang-orang kaya saja atau di istana raja-raja.
Seorang pelopor pendiri perpustakaan adalah khalifah Al-Ma’mun dari dinasti Abbasiyah.

10.  Rumah  Sakit
Rumah sakit pada zaman klasik bukan saja berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Pada masa itu, penelitian dan percobaan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan juga dilaksanakan sehingga ilmu kedokteran dan obat-obatan berkembang cuku pesat.
Rumah sakit juga merupakan tempat praktikum sekolah kedokteran yang didirikan di luar rumah sakit, tetapi ada juga sekolah kedokteran yang bersatu dengan rumah sakit . Dengan demikian rumah sakit berfungsi juga sebagai lembaga pendidikan.
11.  Badiah (Padang Pasir, Dusun tempat tinggal Badwi)
Badiah merupakan sumber bahasa Arab yang asli dan murni. Oleh karena itu, badiah-badiah menjadi pusat untuk pelajaran bahasa Arab yang asli dan murni. Sehingga banyak anak-anak khalifah, ulama-ulama dan para ahli ilmu pengetahuan pergi ke badiah-badiah dalam rangka mempelajari ilmu bahasa dan kesusastraan Arab. Dengan begitu, badiah-badiah lebih berfungsi sebagai lembaga pendidikan.
12.  Madrasah
Madrasah merupakan isim makan dari fi’il madhi dari darasa, mengandung arti tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran. Dengan demikian, secara teknis madrasah menggambarkan proses pembelajaran secara formal. Menurut Stanton, madrasah yang pertama kali didirikan adalah Madrasah Wazir Nizhamiyah pada 1064 M, madrasah ini dikenal dengan sebutan Madrasah Nizhamiyah. Namun penelitian lebih akhir, misalnya yang dilakukan oleh Richard Bulliet mengungkapkan eksistensi madrasah-madrasah lebih tua berada di kawasan Nisyapur Iran. Pada sekitar tahun 400 H/1009 M terdapat Madrasah Al-Baihaqiyah yang didirikan oleh Abu Hasan ‘Ali Al-Baihaqi (414 H/ 1023 M). Bulliet bahkan lebih jauh menyebutkan ada 39 madrasah di wilayah Persia yang berkembang dua abad sebelum Madrasah Nizhamiyah. Yangtertua adalah Madrasaha Niandahiya yang didirikan Abi Ishaq IbrahiNm ibn Mahmud di Nisyapur. Selanjutnya, Abdul Al-‘Al mengemukakan, pada masa Sultan Mahmud Ghaznawi Sa’idiyah (berkuasa 388-421 H/ 998-1030 M) juga terdapat Madrasah Sa’idiyah.
 Referensi:
 Nata, Abuddin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar