Sri Murni
A. SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Sejarah
pendiddikan islam dimulai sejak agama
islam masuk ke Indonesia, yaitu kira-kira pada abad keduabelas Masehi.
Ahli sejarah umunya sependapat, bahwa
agama islam mula-mula masuk ialah ke pulau Sumatra bagian utara di daerah
Acceh.
Sejak kapan kah sejarah
masuknya islam itu, tahun berapa, dan
siapakah yang mula-mula memasukkan? Tidaklah dapat jawaban yang pasti dalam
ssejarah. Setengah ahli sejarah mengatakan, bahwa agama Islam masuk ke daerah
Aceh pada pertengahan abad keduabelas Masehi. Setengah dari mereka berpendapat,
bahwa islam telah masuk ke aceh sebelum abad keduabelas Masehi. Alasannya ialah
karena pada abad keduabelas itu telah banyak ahli-ahli agama yang terkenal di
Aceh. Hal itu menunjukkan, bahwa agama islam telah masuk ke daerah Aceh sebelum
abad keduabelas, karena tidak mungkin islam baru masuk, lalu lahir orang-orang
ahli dalam islam itu. Pendapat ini dikuatkan lagi dengan keterangan setengah
ahli sejarah, bahwa orang Arab/Islam ytelah mengenal pulau Sumatra dalam abad
kesembilan. Oleh sebab itu banyak di antara mereka datang ke Sumatra dan
pulau-pulau Indonesia yang lain untuk berniaga.[1]
Walaupun mereka datang
utuk berniaga, tetapi mereka tidak lupa memegang Al-quran di tangan kanannya.
Dalam melaksanakan usaha perniagaan, mereka menyiarkan agama Islam kepada
penduduk negeri. Dengan berangsur-angsur penduduk negeri tertarik kepada agama
islam, lalu mereka memeluk agama itu.
Umumnya ahli sejarah memastikan masuk islam ke daerah Aceh itu dengan perjalanan
Marco Polo. Dalam perjalannya pulang dari Tiongkok, ia singgah di Aceh tahun
1292 Masehi. Menurut keterangannya, di
Perlak telah didapat rakyat yang beragama Islam. Perlak adalah pelabuhan besar
di Aceh pada masa itu, yang menghadap ke Selat Malaka.
Dengan keterangan
tersebut ahli sejarah menetapkan dengan pasti, bahwa agama Islam mula-mula
masuk ke Indonesia yaitu di daerah Aceh. Dan dari sanalah Islam memancarkan
cahayanya ke Malaka dan Sumatera Barat (Minangkabau). Dari Minangkabau islam
berkembang ke Sulawesi, Ambon, dan sampai ke Pilipina. Kemudian Islam
tersiar ke Jawa Timur, dari sana ke Jawa
Tengah, Banten, sampai ke Lampung dan Palembang dan keseluruh pulau di
Indonesia. Bukan saja agama islam dianut dan didukumg oleh masyarakat umum,
bahkan saat itu telah berdiri juga beberapa kerajaan islam di Indonesia.
Di Sumatra berdiri
kerajaan Islam di Pasei, Perlak, Samudra dan bersama pada tahun 1290-1511 M.,
dan kerajaan Islam di Minangkabau tahun 1500 M. Di Jawa berdiri kerajaan islam
Demak tahun 1500-1546 M., dan di Banten tahun 1550-1757 M, dan kerajaan Islam
Pajang tahun 1568-1586 M, dan kerajaan Islam Mataram 1575-1757 M.[2]
B.
CARA PENYIARAN PENDIDIKAN ISLAM
Para pedagang muslim
yang mula-mula masuk ke Indonesia dengan cara menganjurkan agama islam kepada
raja-raja, hal itu dilakukan seperti Nabi Muhammad yang sering berkirim surat
dengan para raja untuk memeluk agama Islam. Apabila raja itu telah memeluk
agama islam, maka tentulah rakyatnya akan turut memeluk agama itu. Selain itu
para penyiar agama Islam juga pandai bergaul dengan penduduk, sehingga mereka
dihormati dan disayang penduduk. Maka terciptalah hubungan silaturrahim yang
kokoh dan sebab itu juga tidak jarang dari mereka yang menikah sehingga
terlahirlah keturunan muslimin.
Agama Islam menyeru
tiap-tiap muslim supaya menyampaikan
seruan islam kepada siapa pun dan di mana saja mereka berada. Penyiaran islam
harus dilaksanakan dengan cara yang bijaksana dan dengan cara yang
sebaik-baiknya. Rupanya oleh pedagangmuslim dahulu dipegang teguh prinsip
tersebut dan turut diamalkan. Di mana ada kesempatan mereka berikan pendidikan
dan ajaran islam. Bukan saja dengan perkataan melainkan dengan perbuataan,
dengan contoh dan suriteladan. Mereka berlaku sopan, ramah-tamah, tulus-
ikhlas, amanah, pengasih, pemurah, dan adil. Pendek kata mereka berbudi pekerti
dan berakhlak mulia, semua itu karena mereka cinta dan taat kepada Allah.
Dengan demikian
tertariklah penduduk untuk memeluk agama Islam. Kemudian barulah mereka berikan
didikan dan ajaran Islam pertama dengan perkataan, yaitu mengucapkan syahadat.
Dengan mengucapkan kedua kalimata syahadat itu, mereka telah resmi menjadi
seorang muslimin. Alangkah mudahnya masuk agama Islam.
Penyiar-penyiar agama Islam
menyiarkan agama Islam di mana saja mereka berada, di pinggir kali, sambil
menanti perahu pengangkut barang, di perjamuan, di padang rumput tempat gembala
ternak, di tempat penimbunan barang dagangan, di pasar-pasar tempat berjua
beli, dll. Di situlah mereka memberikan didikan dan ajaran, dan di sana lah orang
menerima didikan dan ajaran, semuanya dilakukan dengan perkataan secara
mudah,sehingga mudah sekali dipahami. [3]
C.
HASIL PENYIARAN PENDIDIKAN ISLAM
Sungguh
hasil penyiaran agama pendidikan Islam yang mula-mula amat besar dan baik
sekali, bahkan menabjukkan, karena dengan berangsur-angsur tersiarlah agama
Islam di seluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Sabang sampai ke Maluku,
bahkan Pilipina. Menurut statistik jumlah umat Islam di Indonesia lebih kurang
90% banyaknya atau lebih krang 70% juta jiwa. Hal itu semua hasil dari
penyebaran agama Islam yang sambung-menyambung sampai sekarang. Tidak kah itu
mentakjubkan, sehingga berpuluh-puluh jiwa memeluk agama Islam. Kalau kita
bandingkan hasil penyiaran Islam zaman dahulu dengan sekarang, kita akan
mengakui bahwa hasil penyiaran Islam pada masa dahulu jauh lebih besar hasilnya
dari hasil penyiaran islam pada masa kini. [4]
Apakah
sebabnya? Itu semua karena para penyiar agama kita terdahulu menyiarkan Islam
dengan caranya Nabi Muhammad Saw. Yaitu
· Dengan
mengajarkan agama islam, agama yang tidak sempit dan tak berat melakukan
aturan-aturannya, bahkan mudah dituruti oleh semua golongan, bahkan untuk masuk
Islam cukup dengan mengucapkan syahadat saja. Oleh karena itu berduyun-duyunlah
orang masuk Islam.
· Yakinilah,
bahwa larangan dan perintah dalam Islam itu sedikit dan tidak banyak, dapat
dipelajari dalam waktu yang pendek serta mudah diturut dan diamalkan.
Sabda
Nabi Muhammad SAW. Yang artinya “ Mudahkanlah olehmu dan jangan kamu sukar
kan!”
·
Penyiaran Islam itu dilakukan dengan
berangsur-angsur. Mula-mula dianjurkan keimanan kepada Allah. Setelah tetap
dalam hati mereka keimanan itu, barulah mereka disuruh mengerjakan shalat,
puasa, zakat dan haji, dan begitu seterusnya, sehingga mereka tidak merasa
berat melaksanakan hukum islam.
·
Penyiaran dilakukan dengan cara yang
sebaik-baiknya dan bijaksana.
·
Penyiaran dilakukan dengan bahasa yang
mudah dipahami, dapat dimengerti semua golongan. Sesusai dengan sabda Nabi
Muhammad SAW. Artinya “Berbicaralah kamu dengan manusia menurut kadar akal
mereka.”
Dengan berpokok kepada
lima dasar tersebut mudahlah tersiar Islam dan berduyun-duyun umat manusia
memeluk agama itu. Hal ini patut ditiru oleh para pemimpin dan kita yang ingin
menyiarkan agama Islam.[5]
D.
SISTEM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Pada awal berkembannya
agama islam di Indonesia, pendidikan Islam dilaksanakan secara informal.
Seperti telah diterangkan, bahwa agama Islam datang ke Indonesia dibawa oleh
para pedagang muslim. Sambil berdagang mereka menyiarkan agama Islam kepada
orang-orang yang mengelilinginya yaitu mereka yang membeli barang dagangannya.
Setiap ada kesempatan mereka memberikan pendidikan dan ajaran Islam.
Sistem pendidikan
informal ini, terutama dalam lingkungan keluarga sudah diakui keampuhannya
dalam menanamkan sendi-sendi agama dalam jiwa anak-anak. Anak-anak sejak kecil
dibiasakan untuk melakukan perbuatan dengan didahului membaca basmalah, membaca
al- quran, melakukan shalat berjamaah, berpuasa di bulan ramadhan, dll.
Ternyata hal ini mampu memotivasi umat islam untuk menyelenggarakan pendidikan
agama yang lebih baik.[6]
Dan karena saat itu mudah sekali untuk masuk islam hanya dengan membaca syahadat, maka banyak para orangtua
yang tidak memiliki ilmu agama islam yang cukup untuk mendidik anak-anak
mereka. Justru itulah anak-anak pergi ke surau/ masjid mengaji kepada seorang
guru ngaji atau guru agama. Bahkan dimasyarakay yang kuat agamanya ada suatu tradisi
yang mewajibkan anak-anak yang sudah berumur 7tahun meninggalkan rumah dan
ibunya untuk tinggal di surau/ langgar mengaji pada guru agama.
Memang dalam permulaan,
pendidikan agama Islam di surau/ masjid dilaksanakan dengan sederhana. Modal pokok
mereka hanya memiliki semangat menuntut ilmu bagi anak-anak, yang peting bagi
para guru agama mereka dapat memberikan ilmu kepada siapa saja, terutama pada
anak-anak. Di pusat-pusat pendidikan seperti: di surau/ langgar, serambi rumah
sang guru, berkumpul sejumlah murid duduk di lantai menghadap ke sang guru,
belajar mengaji. Biasanya waktu belajar diberikan pada waktu petang/malam hari
sebab pada waktu siang anak-anak membantu orangtuanya bekerja, sedangkan sang
guru bekerja untuk mencari nafkah. Dengan demikian pelaksanaan pendidikan agama
pada anak-anak maupun guru tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari. Itulah
sebabnya pelajaran agama dan latihan beragama itu mendapat dukungan dari
orangtua dan guru dan seluruh masyarakat kampong. [7]
Tempat-tempat
pendidikan Islam seperti inilah yang menjadi awal terbentuknya sistem
pendidikan pondok pesantren dan pendidikan islam yang formal yang berbentuk
madrasah atau sekolah berdasar keagamaan. Pondok pesantren tumbuh sebagai wujud
keesistensian umat islam dari pengaruh jajahan Barat dan selain itu dilator
belakangi surau/masjid sudah tidak cukup lagi menampung mereka yang ingin
belajar dan didorong ingin mengingtensifkan pendidikan agama pada anak-anak.
Maka sang guru dibantu masyarakat memperluas areal untuk tempat mengaji
sekaligus tempat tinggal anak-anak bersama kyai dan guru-guru. Saat itu
kurikulum di pondok pesantren tidak dirancang, terserah kepada murid untuk
memilih bidang pengetahuan apa yang akan mereka pelajari dan pada tingkat
pelajaran mana mereka ingin memulai.
Seorang murid yang baru
masuk di pondok pesantren, tidak secara langsung belajar dengan kyai tetapi
lebih dulu belajar dengan asisten kyai , kecuali bila murid tersebut telah
sanggup membaca dan memahami ala kadarnya kitab.[8]
Demikianlah sistem pondok pesantren tumbuh dan berkembang di mana-mana, yang
tyernyata mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha mempertahankan
eksistensi umat islam dari serangan dan penindasan fisik maupun mental dari
kaum penjajah beberapa abad lamanya.
Usaha untuk menyelenggarakan
pendidikan islam menurut rencana yang teratur sebenarnya telah dimulai sejak
tahun 1476 dengan berdirinya Bayangkara Islah di Bintara Demak yang ternyata
merupakan organisasi pendidikan islam yang pertama di Indonesia.
Pada
suatu sidang Dewan Walisongo dari Kerajaan Demak, diputuskan bahwa semua cabang
kebudayaan nasional yakni filsafat hidup, kesenian, kesusilaan, adat-istiadat,
ilmu pengetahuan dll. Sedapat mungkin diisi dengan anasir-anasir pendidikan dan
pengajaran Islam. Kebijaksanaan Wali-wali menyiarkan agama dan memasukkan
anasir-anasir pendidikan dan pengajaran islam dalam segala cabang kebudayaan
nasional Indonesia, sangatlah memuaskan, sehingga agama Islam tersebar di
kepulauan Indonesia.[9]
Demikianlah
setelah Demak, Pajang sebagai pusat pemerintahan Islam pindah ke Mataram,
usaha-usaha untuk memantapkan kehidupan agama makin konkrit dan didukung
sepenuhnya oleh pejabat-pejabat pemerintahan dari pusat sampai ke desa-desa
dengan menggunakan masjid sebagai pusat kegiatannya. Sehingga meskipun tidak
ada undang-undang wajib belajar namun anak-anak laki dan perempuan yang berumur
7tahun harus belajar di tempat pengajian atas kehendak orangtuanya sendiri.
Sistem
pendidikan agama islam mengalami perubahan sejalan dengan perubahan zaman dan
pergeseran kekuasaan di Indonesia. Kejayaan Islam yang mengalami
kemunduran sejak jatuhnya Andalusia kini
mulai bangkit dengan munculnya gerakan pembaruan Islam. Sejalan dengan itu
pemerintah jajahan (Belanda) mulai mengenalkan sistem pendidikan formal yang
lebih sistematis dan teratur yang mulai menalik kaum muslimin untuk
memasukinya, oleh karena itu sistem pendidikan Islam di surau/langgar dan
semacamnya, dipandang sudah tidak memadai lagi dan perlu di perbaharui dan
disempurnakan.
Jadi
keinginan untuk membenahi, memperbaharui dan menyempurnakan sistem
pendidikan Islam ini disebabkan oleh dua
hal:
a.
Semakin banyaknya kaum muslimin yang
bisa menunaikan ibadah haji ke Makkah dan belajar agama di sana, maka setelah
pulang kembali ke tanah air timbul
keinginan untuk mempraktikkan cara-cara penyelenggaraan pendidikan Islam
seperti di Makkah, yang pada waktu otu dipelopori oleh Syekh Moh. Abdul, Syekh
Moh. Rasyid Rida dll.
b.
Pengaruh sistem pendidikan Barat yang
mempunyai program yang leboh terkoordinir dan sistematis yang ternyata telah
berhasil mencetak manusia terampil dan terdidik yang semakin jauh dari ajaran
Islam.
Dengan membawa
pikiran-pikiran baru Islam ke Indonesia dan dalam usaha mengejar ketinggalan di
bidang pendidikan dan pengajaran, maka orientasi pendidikan dan pengajaran
agama Islam di Indonesia mengalami perubahan. Apabila dahulu tujuan pokok dari
pendidikan Islam agar anak-anak dapat membaca al-quran dan mengetahui
pokok-pokok ajaran islam yang perlu dilaksanakn sehari-hari seperti shalat,
puasa, zakat, dll. Materinya ditambah lagi dengan mengajarkan ilmu alat, yaitu
bahasa Arab agar anak-anak dapat menggali ajaran-ajaran Islam langsung dari
sumbernya, sehingga dapat mengembangkan agama Islam dengan cara yang lebih
baik.
Realisasi dari
keinginan –keinginan ini diperkuat adanya kenyataan bahwa penyelenggaraan
pendidikan menurut sistem sekolah seperti sistem Barat akan memberi hasil yang
lebih baik. Itulah sebabnya mulai diadakan usaha-usaha untuk menyempurnakan
sistem pendidikan Islam yang ada. Pendidikan di Surau/langgar dan tempat-tempat
sejenisnya disempurnakan menjadi madrasah, pondok pesanten atau lembaga-lembaga
keagamaan. Demikian sistem klasikal mulai diterapkan, bangku, meja, papan tulis
mulai digunakan dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran agama Islam. Sebagai contoh, Surau Jembatan Besi di
Minangkabau diubah menjadi Madrasah Tawalib, yang lambat laun disempurnakan
dengan pemakaian bangku, meja, dll, dan kurikulum yang lebih baik, serta ada
uang sekolah untuk anak-anak.
Pembagian jenjang kelas
juga mulai diadakan. Misalnya di Sekolah Tawalib, jenjang kelas dibagi menjadi
kelas rendah, menengah dan tinggi, yang dalam perkembangannya pembagian jenjang
kelas ini diubah yakni untuk kelas rendah dibagi menjadi 4 jenjang masing-masing satu tahun, sedang untuk kelas
menengah dan tinggi dijadikan kelas 5, kelas 6 dan kelas 7.[10]
Demikianlah sistem
pendidikan formal, sekolah/madrasah mulai tersebar di mana-mana, bahkan di
kalangan pondok pesantren sudah diterapkan pula sistem sekolah/madrasah ini.
Dalam perkembangannya sistem madrasah dibedakan menjadi dua macam yaitu,
madrasah khusus yang memberi pendidikan dan pengajaran agama sekaligus
memberikan pelajaran umum, disebut disebut Madrasah
Diniyah. Untuk tingkat dasar disebut Madrasah
Ibtida’iyah, untuk tingkat menengah pertama pertama Madrasah Sanawiyah dan untuk tingkat menengah
atas disebut Madrasah Aliyah.
Sejalan dengan semakin
meningkatnya kebutuhan akan pendidikan dan pengajaran agama Islam, maka muncul
pula lembaga-lembaga pendidikan formal yang berdasarkan keagamaan, di mana
pendidikan agama merupakan program pokok, misalnya SMP Islam, SKP Islam, SPG
Islam, dll. Demikian pula setelah kita berhasil merebut kemerdekaan, pemerintah
Indonesia pun sangat memperhatikan tumbuhnya pendidikan agama Islam. Dalam ha
ini pendidikan agama Islam dijadikan salah satu bidang studi yang
diintegrasikan dalam kurikulum sekolah. Dan saat ini semua lembaga-lembaga
pendidikan agama, baik formal, informal berjalan dan berkembang terus, dan
khusus mengenai pendidikan agama di
sekolah, MPR telah menetapkan dalam GBHN bahwa pendidikan agama dimasukkan
dalam kurikulum sekolah sejak dari sekolah dasar sampai universitas negeri.[11]
E.
ISI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Pada awal penyiaran
agama Islam di Indonesia, isi pendidikannya saat itu adalah tentang pokok-pokok
aqidah agama Islam dan ajaran-ajaran Islam yang mudah dipahami dan dilaksanakan. Adapun isi pendidikan dan pengajaran agama
Islam pada tingkat permulaan ini meliputi:
a. belajar membaca Al-
quran
b. pelajaran dan
praktek shalat
c. pelajaran keutuhan
(teologis)
Pada tingkat permulaan
ini mempelajari al –quran hanya dimaksudkan agar anak-anak dapat membaca al-
quran dan mengulang-ngulangnya, belum
dirasakan akan perlunya memahami isinya. Demikian pula pelajaran shalat,
meskipun anak-anak belum dapat menghafal seluruh bacaan sembahyang, anak-anak
dilatih untuk shalat berjamaah, agar anak-anak terbiasa melakukan kewajiban
itu.
Pada tingkat yang lebih
tinggi diajarkan pula bahasa Arab, mulai mempelajari fiqh, misalnya taharah,
shalat, zakat, puasa dan haji. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran yang
mengenai aturan-aturan tentang nikah, talak, rujuk, waris.[12]
Isi pendidikan tersebut juga berlaku di pondok pesantren, hanya saja karena
murid-murid di pondok bertempat tinggal disana maka pelaksanaan pembelajaran
lebih intensif.
Karena sistem kelas
belum diadakan dan cara mengajarnya masih menggunakan sistem halakah, maka
kemajuan muridd dan kapan selesainya pelajaran, sangat bergantung pada
kecerasan dan kerajinan murid ada yang cepat, ada pula yang lambat dan bahkan
tidak sedikit yang gagal dan drop out, kemudian pulang ke kampong asalnya tanpa
membawa hasil yang di harapkan.
Bila disimpulkan, maka
isi pendidikan dan pengajaran agama Islam sampai timbul sitem madrasah, baik
yang diajarkan di surau, langgar, masjid, maupun pondok pesantren, seebagai
berikut :[13]
a.
pengajiyan Al- Quran, pelajarannya
meliputi; huru hijaiyah dan membaca al –quran,
ibadat (praktek dan perukunan), keimanan, Akhlaq (dengan cerita dan suri
teladan). Pada tingkat yang lebih atas ditambah dengan tajwid, lagu qasidah,
berjanji dan sebagainya serta mempelajari kitab perukunan.
b. Pengajian
kitab, pelajarannya meliputi: ilmu saraf, ilmu nahwu, ilmu ffffiqh, ilmu
tafsir, dll.
Materi di atas ternyata sama untuk
seluruh Indonesia, terutama materi pelajaran jkitab. Pengajian kitab di Jawa
dan di seluruh Indonesia pun sama juga keadaannya, dengan di Sumatra. Pelajaran
itu dimulai dengan mempergunakan kitab Al-Awamil dan Al-Kalamu, setelah itu
kitab fiqh dan tafsir Jalalaain
Kemudian pendidikan islam mengalami
babak baru dengan munculnya sistem madrasah, yang penyelenggarannya lebih baik
dan teratur. Meskipun kurikulumnya telah diatur dan direncanakan, namun
ternyata materi pelajarannya tetap seperti materi sebelumnya. Sampai menjelang
adanya gerakan pembaharuan Islam, maka materi pendidikan Islam telah mencakup
12 maacam ilmu dengan bermacam-macam kitabnya, yaitu:
1. Ilmu
Nahwu 7.
Mustaalah hadis
2. Ilmu
saraf 8.
Mantiq (logika)
3. Ilmu
fiqh 9.
Ilmu Ma’ani
4. Ilmu
tafsir 10.
Ilmu Bayan
5. Ilmu
tauhid 11.
Ilmu Badi
6. Ilmu
hadis 12.
Ilmu Ushul Fiqh
Adanya
pembaharuan islam mempengaruhi pada tujuan pendidikan islam dan materi-materi
pendidikan islam. Bila sebelum ada gerakan pembaharuan titik berat pendidikan
islam pada penguasaan bahasa Arab secara fasih dan mengetahuui ajaran islam,
maka gerakan pembaharuan islam ini menghendaki agar murid-,muridnya menggali ajaran islam
dari sumbernya yang asli dan kemudian dapat mengembangkannya. Maka dari
pendidikan agama islaam lebih banyak ditekankan pada penguasaan secara aktif
ilmu alat yaitu bahasa Arab. Di saamping itu, pemberian materi tersebut itu
juga bertujuan memberi bekal pada anak-anak agar dapat menyesuaikan diri dalam
dunia yang modern, maka selain di madrasah diajarkan agama dibekali jugam ilmu
pengetahuan umum.
Sebagai
contohh dapat dilihat kurikulum dari Madrasah Salafiah Pesantren Tebuireng
Jombang tahun 1919, di samping pelajaran agama dan bahasa Arab seperti telah
dilaksanakan, ditambah dengan pelajaran pengetahuan umum, yaitu:
1.
membaca dan menulis huruf latin
2.
mempelajari bahasa Indonesia
3.
mempelajari ilmu bumi dan sejarah Indonesia
4.
mempelajarii ilmu berhitung
Penjajah
telah berhasil menjauhkan sebagian umat Islam yang terpikat oleh sistem
pendidikan Barat yang nampak maju dan dapat menjamin kehidupan duniawai seperti
pada ilmu kedokteraan, teknik dan pengetahuan lainnya, dari agamanya. Umat
Islam sedikit demi sedikit mulai dicabut kepercayaan agamanya sampai keakar-akarnya,
terjauh dari bahasa Arab, bahasa internasionalnya, sebaliknya para penjajah
justru menyiarkan ide-idenya melalui bahasa umat Islam.
Menyadari
akan pentingya pembaharuan sistem pendidikan agama Islam di Indonesia dan
sekaligus menanggulangi menjauhnya umat islam dari agamanya akibatnya sistem
pendidikan Barat, maka mulailah umat Islam sedikit membuka diri menerima
kenyataann social di masyarakat yang makin modern. Sistem pendidikan di
madrasah mulai dibenahi dan kurikulumnya tidak lagi mengkhususkan pada
pendidikan agama, tetapi telah dimasukkan ilmu pengetahuan umum yang lebih luas
disejajarkan dengan pengetahuan umum pada sekolah umum yang sederajat.
Perlunya
pemberian pengetahuan umum pada lembaga-lembaga pendidikan agama ini nampak
makin menjadi suatu kebutuhan yang mendesak, sejalan dengan pembangunan yang
semakin meningkat dan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai. Maka dari itu, agar
lulusan sekolah agama khususnya madrasah, bisa menyesuailkan diri dengan alam yang
telah maju, maka timbul usaha-usaha dari pihak pemerintah untuk lebih
meningkatkan mutu madrasah agar sejajar dengan sekolah umum sederajat. Untuk
mencapai tujuan itu, dikeluarkan SKB3M, surat keputusan tiga menteri, mengenai
peningkatan mutu madrasah ini. Berdasarkan SKB3M ini, pengetahuan umum dan
pengetahuan agama dibadrasah berbanding (70% pengetahuan umum :30% agama).
Tujuan pokok dari SKB3M ini agar mutu pengetahuan umum di madrasah sama dengan
mutu pengetahuan umum di sekolah umum. Oleh karena itu ijazah dari madrasah
disamakan dengan ijazah sekolah umum.
Daftar
Pustaka
Dra.
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam
, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992)
Deliar Noer, Gerakan Modern Islama di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES,1982)
Prof. H. Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1996)
[1] Prof. H. Mahmud
Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
1996) hlm. 10
[2] Ibid.,
hlm. 11
[3] Ibid.,
hlm. 13
[4] Ibid.,
hlm. 14
[5] Ibid.,
hlm. 17
[6] Dra. Zuhairini,
dkk. Sejarah Pendidikan Islam , (Jakarta: Bumi Aksara, 1992) hlm. 211
[7]
Deliar Noer, Gerakan Modern Islama di Indonesia 1900-1942, (Jakarta:
LP3ES,1982) hlm. 62
[8]
Deliar Noer,op.cit., hlm.15
[9] Prof. H. Mahmud
Yunus, op.cit, hlm. 218
[10] Dra. Zuhairini,
dkk. Op.cit, hlm. 217
[12] Deliar
Noer, op.cit, hlm. 16
[13]
Prof. H. Mahmud Yunus, op.cit, hlm. 51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar