(Susi Handayani)
A.
PENDAHULUAN
Pendidikan
islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Pada
tahap awal pendidikan Islam dimulai dari kontak pribadi maupun kolektif antara
mubaligh (pendidik) dengan peserta didiknya. Setelah komunitas muslim terbentuk
di suatu daerah, maka mulailah mereka membangun masjid. Masjid difungsikan
sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Masjid merupakan lembaga pendidikan islam
yang pertama muncul di samping rumah tempat kediaman ulama atau mubaligh.
Setelah itu muncullah lembaga-lembaga pendidikan islam lainnya seperti
pesantren (Jawa), dayah (Aceh), surau(Sumatera Barat). Nama-nama tersebut
walaupun berbeda, tetapi pada hakikatnya sama yakni sebagai tempat menuntut
ilmu pengetahuan agama. Perbedaan nama adalah dipengaruhi oleh perbedaan
tempat.
Inti
dari materi pendidikan pada masa awal tersebut adalah ilmu-ilmu agama yang
dikonsentrasikan dengan membaca kitab-kitab klasik. Kitab-kitab klasik adalah
menjadi ukuran bagi tinggi rendahnya ilmu agama seseorang. Pendidikan Islam
yang sedeikian rupa amat kontras dengan pendidikan barat yang di bangun oleh
pemerintah kolonial belanda yang mulai berdiri di Indonesia pada abad ketujuh
belas. Pendidikan kolonial ini bersifat sekuler, tidak mengajarkan sama sekali
ilmu agama di sekolah-sekolah pemerintah. Sama halnya dengan pendidikan Islam
di kala itu tidak mengajarkan sama sekali ilmu-ilmu umum. Kenyataan ini membuat
terpolanya pendidikan di Indonesia pada ketika ini dengan dua sistem yang
paling kontras tersebut.
Dalam pembahasan sejarah
pendidikan Islam di Indonesia akan ditemukan berbagai perkembagan di sekitar
pendidikan Islam. Untuk mengetahui lebih jelas akan dipaparkan tentang masuk
dan berkembangnya Islam di Indonesia, peran pendidikan Islam di Indonesia dan
Lembaga-lembaga pendidikan Islam di
Indonesia.
B.
PEMBAHASAN
1.
Masuk dan
Berkembangnya Islam di Indonesia
Masuknya Islam ke Indonesia agak
unik bila dibandingkan dengan masuknya Islam ke daerah-daerah lain. Keunikannya
terlihat kepada proses masuknya Islam ke Indonesia secara relatif berbeda
dengan daerah lain. Islam masuk ke Indonesia secara damai dibawa oleh para
pedagang dan mubaligh. Sedangkan Islam yang masuk ke daerah lain pada umumnya
banyak lewat penaklukan, seperti masuknya Islam ke Irak, Iran (Parsi), Mesir,
Afrika Utara sampai ke Andalusia.
Terdapat beberapa teori tentang
kedatangan Islam ke Indonesia, terutama berkenaan dengan waktu datangnya, negri
asalnya, dan pembawanya. Sarjana Belanda kebanyakan berpendapat bahwa
kedatangan Islam ke Nusantara berasal dari India.
Selain dari “Teori India”
berkembang juga “Teori Arab” yang berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal
dari Arab. Teori ini juga di dukung oleh sejumlah sarjana di antaranya
Crawfurd, Niemann dn yang paling gigih mempertahankannya adalah Naquib Al Attas
(Azra, 1994: 27-28).
Menurut beberapa sumber sejarah
dijelaskan selat malaka sebagai rute perdagangan yang telah lama dikenal,
sebagai salaha satu jalur perdagangan dari dunia Timur ke Barat di samping
jalan darat. Penjelasan ini dapat dilihat dalam tulisan Marwati Djoened
Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang dikutip dari tulisan W.P.
Groeneveldt, Historical Notes on
Indonesia & Malaya compiled from Chinese Sources.
Pada sekitar abad ke-7 dan 8,
pada saat Kerajaan Sriwijaya mengembangkan kekuasaanny, Selat Malaka sudah
mulai dilalui oleh pedagang-pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri
di Asia Tenggara dan Asia Timur. Berdasarkan berita Cina zaman Tang, pada
abad-abad tersebut diduga bahwa masyarakat muslim telah ada, baik di Kanfu
(Kanton) maupun di Sumatera (Poesponegoro, 1984,1).
Sejalan dengan penjelasan di atas
bahwa di Medan pada tahun 1963, dan di Kuala Simpang Aceh pada tahun 1980,
telah dilaksanakan seminar tentang masukya Islam di Indonesia. Kedua seminar
tersebut sepakat bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah
langsung dari Arab. Daerah yang mula-mula dimasuki oleh Islam adalah daerah
pesisir Sumatera, sedangkan kerajaan Islam pertama yang berdiri adalah di Aceh.
Kedatangan Islam ke belahan
Indonesia bagian Timur ke Maluku juga tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
perdagangan, yang diperkirakan Islam masuk ke daerah ini pada abad keempat
belas Masehi.
Di Kalimantan khususnya di daerah
Banjarmasin proses Islamisasi di daerah ini terjadi kira-kira tahun 1550.
Adapun di Sulawesi terutama di bagian sekatan telah didatangi oleh pedagang
muslim pada abad ke-15 M.
Suatu hal yang dapat dikemukakan
bahwa masuknya Islam ke Indonesia tidak bersamaan, ada daerah-daerah yang telah
dimasuki Islam, di samping ada daerah yang terbelakang dimasuki Islam.
Berkenaan dengan ini telah disepakati bersama oleh sejarawan Islam bahwa Islam
pertama kali masuk ke Indonesia adalah di Sumatera sedangkan Islam masuk ke Jawa
waktunya diduga kuat berdasarkan batu nisan kubur Fatimah binti Maimun di Leran
(Gresik) tahun 475 H( 1082 M).
Terbentuknya masyarakat muslim di
suatu tempat adalah melalui proses yang panjang, yang dimulai dari terbentuknya
pribadi-pribadi muslim sebagai hasil dari upaya para da’i. masyarakt muslim
tersebut selanjutnya menumbuhkan kerajaan Islam, tercatatlah sejumlah
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seperti Kerajaan Perlak, Pasai, Aceh
Darussalam, Banten, Demak, Mataram dan lain sebagainya. Tumbuhnya pusat-pusat
kekuasaan Islam di Nusantara jelas sangat berpengaruh sekali bagi proses
Islamisasi di Indonesia. Kekuatan politik digabungkan dengan semangat para
mubaligh untuk mengajarkan Islam merupakan dua sayap kembar yang mempercepat
tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia.
2.
Peranan
Pendidikan Islam
Ada beberapa saluran proses
islamisasi di Indonesia yaitu perdagangan, perkawinan, kesenian, sufisme, dan
pendidikan. Namun dalam hal ini, akan membahas dalam peranan pendidikannya.
Berbicara tentang pendidikan
tentu sebaiknya dimulai dari membicarakan apa sebetulnya esensi pendidikan
tersebut. Di pandang dari sudut definisi pendidikan yang dikemukakan oleh para
pakar pendidikan, dapat disimpulkan bahwa hakikat pendidikan itu adalah proses
pembentukan manusiake arah yang dicita-citakan. Dengan demikian, pendidikan
islam merupakan proses pembentukan manusia sesuai dengan tuntunan Islam.
Dalam teori pendidikan
dikemukakan paling tidak ada tiga hal yang ditransferkan dari si pendidik kepada
si terdidik, yaitu transfer ilmu, transfer nilai, dan transfer perbuatan. Di
dalam proses pentransferan inilah berlangsungnya pendidikan.
Disebabkan itulah proses
pendidikan itu bisa berlangsung secara formal, nonformal, dan informal. Bila
pendidikan itu diatur, dilaksanakan dengan peraturan-peraturan yang ketat
seperti lamanya belajar, mata pelajaran, waktu, tingkatan, umur, pendidik, sertifikat,
dan lain sebaginya hal yang seperti ini dapatlah disebutkan sebagai pendidikan
nonformal. Selain itu proses pendidikan yang tidak diatur sedemikian rincinya,
seperti disebutkan terdahulu, hal ini dapat disebut sebagai pendidikan
nonformal. Lalu ada pula jenis pendidikan yang lebih memberikan kepada proses
pergaulan yang mendalam yang bersifat mempribadi antara si pendidik dengan si
terdidik, seperti hubungan orang tua dengan anaknya di rumah. Pada saat
tertentu si orang tua, tanpa sengaja dan dirancang menumbuhkan nilai-nilai (Values) kepada anaknya, hal yang
seperti ini digolongkan kepada pendidikan informal.
Berdasarkan ungkapan di atas,
dapat dimaklumi betapa luasnya ruang lingkup pendidikan, sehingga setiap
perbuatan yang pada intinya pentransferan ilmu, nilai aktifitas, dan
keterampilan dapat disebut dengan pendidikan. Karena itu dapat dipastikan
pendidikan islam telah berlangsung di Indonesia sejak mubaligh pertama
melakukan kegiatannya dalam rangka menyampaikan keislaman baik dalam bentuk
pentransferan pengetahuan, nilai, dan aktivitas maupun dalam pembentukan sikap.
Pendidikan islam di Indonesia ini telah berlangsung sejak masuknya Islam ke
Indonesia, oleh karena itu pendidikan Islam di Indonesia telah memainkan
peranannya dalam proses islamisasi di Indonesia.
Peranan kerajaan-kerajaan Islam
dalam mendorong berkembangnya pemikiran Islam dapat diambil sampelnya kerajaan
Islam di Sumatera, yaitu Aceh dan kerajaan Islam di Jawa yaitu Mataram.
Peranan kerajaan Islam di Aceh
dalam bidang pendidikan dapat dilihat dalam tulisan Hasjmy “Kebudayaan Aceh
Dalam Sejarah”. Beliau mengemukakan di antara lembaga-lembaga Negara yang
tersebar dalam Qanun Meukuta Alam ada
tiga lembaga yang bidang tugasnya meliputi masalah pendidikan dan ilmu
pengetahuan, yaitu: (1) balai setia hukuma, (2) balai setia Ulama, (3) balai
jamaah himpunan ulama.
Kerajaan-kerajaan Islam lainnya,
yang juga banyak menaruh perhatian terhadap pendidikan Islam, adalah Mataram.
Pada zaman pemerintahan Sultan Agung, kehidupan keagamaan mengalami kemajuan
pesat, upaya-upaya Sultan Agung memajukan agama sukup baik, hal ini dpat
dilihat drai usaha memakmurkan masjid, yaitu dengan cara mendirikan masjid raya
(Masjid agung) di setiap kabupaten. Kemudian, dalam bidang kebudayaan upaya
yang dilakkan oleh Sultan Agung adalah mensenyawakan unsur-unsur budaya lama
dengan Islam. Selanjutnya dalam bidang pendidikan Islam, perhatian Sultan Agung
cukup besar. Pada zaman itu telah dibagi tingkatan-tingkatan pesantren, yaitu:
· Tingkatan
pengajian Alquran
· Tingkatan
pengajian kitab
· Tingakatan
pesantren besar
· Pondok
pesantren tingkat keahlian (takhassus)
3.
Lembaga-lembaga
Pendidikan Islam
Pada tahap pendidikan Islam
berlangsung secara informal. Para mubaligh banyak memberikan contoh teladan
dalam sikap hidup mereka sehari-hari. Para mubaligh itu menunjukkan akhlakul
karimah, sehingga masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk
agama Islam dan mencontoh perilaku mereka.
Lewat pergaulan antar para
mubaligh dengan masyarakt sekitar dan juga kadang lewat perkawinan antara
pedagang muslim atau mubaligh dengan masyarakat sekitar terbentuklah masyarakat
muslim. Masyarakat muslim inilah merupakan cikal bakal tumbuh dan berkembangnya
kerajaan Islam. Setelah masyarakat muslim di suatu daerah terbentuk, maka yang
menjadi perhatian mereka untuk pertama sekali adalah mendirikan rumah Ibadat (
masjid, langgar, atau musholah).
Di dalam sejarah Islam sejak zaman Nabi
Muhammad telah difungsikan rumah ibadah tersebut sebagai tempat pendidikan.
Rasul menjadikan Masjid Nabawi untuk berlangsungnya proses pendidikan di
dalamnya. Perbuatan beliau itu ditiru oleh khalifah-khalifah sesudah beliau,
baik hanya khulafaur Rasyidin maupun khalifah-khalifah Bani Umaiyyah,
Abbasyiah, Fathimiyah, Usmaniah, dan lain sebagainya. Dengan demikian masjid
berfungsi sebagai tempat pendidikan merupakan suatu keharusan di kalangan
masyarakat muslim.
Tentu saja setelah terbentuknya
masyarakat muslim pada daerah tertentu di Indonesia, dapat dipastikan bahwa
mereka membangun masjid, dan dengan adanya masjid tersebut dapat dipastikan
bahwa mereka menggunakannya untuk melaksanakan proses pendidikan Islam di
dalamnya, dan sejak saat itu pula mulai berlangsugnya pendidikan nonformal.
Berdasarkan Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah tentang pendidikan dapat dilihat bahwa posisi pendidikan
Islam dalam sistem pendidikan nasional meliputi: pendidikan Islam sebagai mata
pelajaran, pendidikan Islam sebagai lembaga, pendidikan Islam sebagai Nilai.
Pendidikan Islam sebagai mata
pelajaran adalah diberikan mata pelajaran Islam di sekolah-sekolah mulai dari
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan Islam sebagai lembaga
adalah diakuinya keberadaan pendidikan Islam sebagai lembaga formal, nonformal,
dan informal.
Sejak diberlakukannya
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 2 Tahun 1898) yang kemudian
dilengkapi dengan beberapa peraturan pemerintah, dan diperkuat pula dengan
Undang-Undang No.20 Tahun 2003, Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional jelas bahwa pendidikan di Indonesia telah diatur oleh satu peraturan
yang telh disepakati.
Pendidikan Islam yang dimaknai
sebagai mata pelajaran dan lembaga telah mendapat kedudukan dalam sistem
pendidikan nasional. Bab-bab dan pasal-pasal yang tercantum dalam PP 28, 29
Tahun 1990, serta PP 72, 73 Tahun 1991, PP 38, 39 Tahun 1992, PP 60 Tahun1991,
PP Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 12, 17, 18, 20, 26, 27, 28, dan Pasal
30 telah menggambarkan betapa pendidikan Islam telah duduk dalam sistem
pendidikan nasional, dengan demikian kedudukannya adalah satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari sitem pendidikan nasional.
Ada beberapa lembaga pendidikan
Islam di Indonesia.
a.
Masjid dan langgar
Masjid
fungsi utamanya adalah untuk tempat shalat lima waktu, shlat jum’at dan dua
kali setahun dilaksanakan shalat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha sedangkan
langgar, bentuknya lebih kecil dari masjid dan digunakan hanya untuk tempat
shalat lima waktu. Selain itu masjid dan langgar difungsikan untuk tempat
pendidikan. Di tempat ini dilakukan pendidikan untuk orang dewasa maupun
anak-anak.
b. Pesantren
Pesantren
berasal dari kata “Santri”, dengan awalan pe- dan akhiran –an yang berari
tempat tinggal santri (Dhofier, 1984:18). Pesantren berkembang dari bentuk
tradisional (salafi) berkembang
kepada pesantren modern (khalafi), sehingga
pesantren bentuk kedua ini sekarang berkembang hampir di seluruh Indonesia.
Kemodernan dapat dilihat dari tiga segi. Pertama, mata pelajaran telah seimbang
antara materi ilmu-ilmu agama dengan materi ilmu-ilmu umum. Kedua, metode
pengajaran telah bervariasi, tidak lagi semata-mata hanya memakai metode
sorogan, wetonan, dan hafalan. Ketiga, dikelola berdasarkan prinsip-prinsip
manajemen pendidikan.
Dengan
demikian, inti pokok dari suatu pesantren adalah pusat pengkajian ilmu-ilmu
keagamaan Islam, seperti fikih, tauhid, tafsir, bahasa Arab, dan lain
sebagainya. Ilmu-ilmu yang diajarkan itu terbatas dalam ruang lingkup ilmu-ilmu
agama, sebagai perbedaan dengan ilmu-ilmu yang digolongkan kepada ilmu-ilmu
umum.
c.
Sekolah
WJS.
Perwadarminto dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menerangkan arti sekolah di
antaranya: (a) bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran, (b)
waktu atau pertemuan ketika murid-murid diberi pelajaran, (c) usaha menuntut
kepandaian (ilmu pengetahuan). Sekolah menitikberatkan kepada pendidikan formal
karena di sekolah prosedur pendidikan telah diatur sedemikian rupa. Sekolah merupakan
jembatan bagi anak untuk menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan
masyarakat.
Sekolah pada
zaman kolonial Belanda di lembaga ini tidak di didik mata pelajaran agama,
setelah Indonesia merdeka diaturlah kerja sama antara Departemen Agama dengan
Departemen Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (sekarang bernama Departemen
Pendidikan Nasional) untuk memasukakan mata pelajaran ke sekolah-sekolah mulai
tingkat sekolah dasar samapi perguruan tinggi. Pada tahap awal pendidikan agama
di sekolah tersebut terkesan seolah-olah kurang penting. Namun, setelah
dikeluarkan Tap MPRS Tahun 1966 No XXVII/MPRS/1966 dan setelah diberlakukan UU
No. 2 Tahun 1989 Dan Peraturan Pemerintah No. 28 dan 29, tahun 1990, begitu juga lebih
dipertegas dan diperkuat lagi kedudukan pendidikan agama itu pada Undang-Undang
dan peraturan tersebut menggambarkan betapa pendidikan agama di sekolah
memiliki kedudukan yang amat penting.
d. Madrasah
Madrasah
berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah tempat belajar (Ibrahim Anis,
1972:280). Madrasah di tanah Arab ditujukan untuk semua sekolah secara umum,
akan tetapi di Indonesia ditujukan untuk sekolah-sekolah yang mempelajari
ajaran-ajaran Islam. Madrasa pada prinsipnya adalah kelanjutan dari sistem
pesantren.
Madrasah
merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh setelah masjid. Salah satu faktor yang
menyebabkan tumbuhnya madrasah adalah kerna masjid-masjid telah penuh dengan
tempat-tempat belajar dan hal ini mengganggu aktivitas pelaksanaan ibadah
shalat. Selain itu pengetahuan pun telah banyak berkembang disebabkan perubahan
zaman dan kemajuan peradaban manusia.
Selain
keempat lembaga tersebut masih ada lembaga-lembaga pendidikan Islam yaitu
sekolah-sekolah Dinas, Pendidikan Tinggi Islam, Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri (PTAIN), Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA), Institut Agama Islam Negeri
(IAIN), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Universitas Islam Negeri
(UIN), Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS), Pendidikan Islam Nonformal.
C.
PENUTUP
Dari pemaparan tersebut
diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya masuknya Islam ke Indonesia tidak bersamaan,
ada daerah-daerah yang telah dimasuki Islam, di samping ada daerah yang
terbelakang dimasuki Islam. Berkenaan dengan ini telah disepakati bersama oleh
sejarawan Islam bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia adalah di Sumatera
sedangkan Islam masuk ke Jawa waktunya diduga kuat berdasarkan batu nisan kubur
Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) tahun 475 H( 1082 M). lalu terbentuknya
masyarakat muslim di suatu tempat adalah melalui proses yang panjang, yang
dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim sebagai hasil dari upaya para
da’i. masyarakt muslim tersebut.
Pendidikan islam telah
berlangsung di Indonesia sejak mubaligh pertama melakukan kegiatannya dalam
rangka menyampaikan keislaman baik dalam bentuk pentransferan pengetahuan,
nilai, dan aktivitas maupun dalam pembentukan sikap. Pendidikan islam di
Indonesia ini telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia, oleh karena
itu pendidikan Islam di Indonesia telah memainkan peranannya dalam proses
islamisasi di Indonesia. Selain itu, Pendidikan Islam sebagai lembaga adalah
diakuinya keberadaan pendidikan Islam sebagai lembaga formal, nonformal, dan
informal.
Referensi
Putra
Daulay, Haidar, Sejarah Pertumbuhan dan
Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Kencana: Jakarta, 2007.